Oleh: Dahlan Iskan
INI SEPERTI tidak masuk akal. Orang hebat ini, pembela utama Donald Trump ini, lempar handuk: menyatakan dirinya bangkrut. Kemarin. Secara ekonomi.
Namanya Anda sudah kenal baik: Rudy Giuilani.
Rudy habis-habisan terjun di politik. Ia all out membela Trump. Termasuk secara hukum. Rudy ikut vokal mengatakan bahwa Pilpres 2020 curang: harusnya Trump yang jadi pemenang. Bukan Joe Biden.
Usahanya gagal. Di mana-mana. Di banyak negara bagian.
Bahkan, yang di Georgia, tuduhan curang yang ia lancarkan pada petugas Pemilu di sana mengakibatkan Rudy digugat. Rudy kalah. Ia harus bayar ganti rugi USD 148 juta. Dua hari lalu hakim memerintahkan agar Rudy segera membayar ganti rugi itu.
Tidak sampai satu minggu kemudian, Kamis kemarin, Rudy mengajukan permohonan ke pengadilan New York: agar dirinya dinyatakan bangkrut.
Dengan permohonan itu Rudy memang tidak pusing lagi menghadapi tagihan USD 148 juta tersebut. Juga tagihan-tagihan yang lain. Termasuk tagihan yang akan datang –masih banyak gugatan lain yang kelihatannya Rudy juga akan kalah.
Misalnya gugatan dari pabrik mesin penghitung suara secara otomatis, Dominion. Rudy, sebagai upaya membela Trump, ikut mengatakan mesin penghitung tersebut curang.
Dominion juga menggugat stasiun TV Fox. Menang. Fox harus bayar USD 787 juta. Luar biasa besar. Maka Rudy juga akan bernasib sama.
Tagihan lain datang dari beberapa pengacara yang mendampinginya. Rudy pilih lempar handuk. Itu jalan terbaik baginya. Memang nama besar Rudy Giuilani langsung ''habis''. Setidaknya ia bisa menunjukkan pada Trump ''tidak ada orang lain memberikan pembelaan sampai habis-habisan begitu''. Sampai dirinya bangkrut. Sedang yang dibela tetap kaya raya.
BACA JUGA:Banteng Terluka
Awal tahun tadi Rudy memang menemui Trump. Di Mar a Lago. Sampai dua kali. Ia menagih biaya-biaya pembelaan. Trump diberitakan memang pernah tidak mau bayar jasa pembelaan Rudy, tapi kali ini Rudy sangat kepepet. Maka Trump memberikan bayaran USD 340.000. Uangnya diambil dari iuran pendukung Trump. Trump memang didukung oleh beberapa kelompok swadaya penggalang dana yang di sana disebut PAC.
Rudy sendiri seorang pengacara ternama. Ia mendukung Trump sejak Pilpres tahun 2016. Ia jadi salah satu pembicara utama di konvensi Partai Republik tahun 2015.
Begitu aktifnya Rudy di kampanye Trump sampai santer disebut ia bakal jadi salah satu menteri di kabinet Trump. Ia sendiri ingin jadi menlu. Ketika satu per satu nama menteri diumumkan nama Rudy tidak termasuk di salah satunya. Lalu Rudy disebut akan mengetuai salah satu bagian penting di Gedung Putih: terkait dengan keamanan nasional. Nyatanya Trump memilih orang lain.