Bukit Wangbuliao

Jumat 17 Jan 2025 - 21:52 WIB
Reporter : Eko Hatmono
Editor : Eko Hatmono

Teguh harus cari uang. Kakak-kakaknya tetap sekolah. Adik-adiknya masih kecil. Ayahnya, pedagang kacang rebus di Mojosari, Mojokerto.

Bedanya, kacang rebus itu dikeringkan. Di mana ada pertunjukan wayang kulit pedagang ambil kacang dari sang ayah.

Keluarga kacang rebus ini menyewa rumah di belakang kelenteng Mojosari. Ayahnya ingin cepat punya modal memperbesar usaha.

Sang ayah menggadaikan semua perabot rumah. Uangnya untuk beli kupon nalo. Ia beli kupon nomor tunggal: 10. Tidak diecer ke nomor-nomor lain. Ia mantap dengan nomor itu.

Nalo yang keluar: nomor tiga.

Semua jaminan disita. Ludes. Tidak punya apa-apa lagi. Pun meja kursi. Lemari. Satu-satunya yang tidak disita: kasur yang sudah tidak bisa diangkat karena akan robek semua.

Keluarga Teguh jatuh miskin semiskin-miskinnya.

"Sebenarnya ibu saya lebih bisa dagang. Tapi ayah saya keras. Mama harus hanya di rumah untuk jaga anak-anak," ujar Teguh. "Mama adalah ibu yang tunduk pada suami," tambahnya.

BACA JUGA:Uang Mati

Sejak itu sang ayah tidak mau bekerja apa pun. Anaknya sembilan orang. Teguh iba melihat mamanya. Ia berhenti sekolah. Jadi kernet truk yang angkut dagangan hasil bumi.

Dari angkutan hasil bumi ini Teguh dapat uang dan ilmu baru: ada tanaman yang bisa dibuat cincau.

Ia belajar merebus daun cincau untuk bahan minuman segar. Ia beli sendiri daun itu, ia rebus bersama ibunya, jadilah cincau warna hitam itu. Lalu beli es batu. Jadilah minuman cincau. Ia jualan itu.

Dari cincau Teguh mencari pekerjaan yang lebih baik: dagang gabah. Hasilnya lebih banyak. Ia bisa mulai beli sepeda motor. Kian maju. Gabah yang dibeli kian banyak. Ia perlu truk.

Kebetulan ada truk bekas yang dijual: merek Dodge. Yang mesinnya sudah diubah menjadi diesel. Pemiliknya lagi B.U. Bisa dicicil enam bulan. Teguh berhitung: hasil dagang gabahnya bisa untuk mencicil.

"Setelah empat bulan pemiliknya minta dilunasi. Harganya dipotong. Saya lunasi. Saya sudah punya tabungan," kata Teguh mengenang.

Dari gabah Teguh mengenal dedak –tepung selaput beras yang terpisah saat gabah digiling jadi beras. Dedak untuk makanan ternak. Teguh pun dagang dedak. Maka bertambahlah pengetahuan Teguh. Tahu seluk-beluk makanan ternak.

Kategori :

Terkait

Selasa 21 Jan 2025 - 17:02 WIB

Anak Pungut

Senin 20 Jan 2025 - 17:04 WIB

Tiga Serangkai

Minggu 19 Jan 2025 - 19:59 WIB

Malam Pertama

Sabtu 18 Jan 2025 - 16:20 WIB

Dana Anagata

Jumat 17 Jan 2025 - 21:52 WIB

Bukit Wangbuliao