Anda sudah tahu: sayid adalah keturunan Nabi Muhammad.
Habib juga mengklaim sebagai keturunan Nabi --yang kini lagi ramai dibantah oleh ulama seperti KH Dr Imaduddin Utsman Al-Bantani dari Banten.
Yang jelas ayah Said adalah NU. Said sendiri mengaku tumbuh di kultur NU. Namun ayahnya seorang nasionalis. Juga Sukarnois. Maka tak heran bila Said aktif di PDI-Perjuangan.
Sejak SMP Said sudah membaca buku Bendera Revolusi, Sarinah, dan Indonesia Menggugat. Semua karya Bung Karno --ayahanda Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum PDI-Perjuangan sekarang ini.
Ayah Said bekerja di PN Garam di Sumenep. Sang ayah meninggal tahun 2012 dalam usia 106 tahun.
Ketika duduk di kelas 3 SMA, di Sumenep, Said sudah menjadi Ketua Pemuda Demokrat --under bow PDI saat itu.
Dalam perjalanan dari kota San-Ya ke Haikou di pulau Hainan kemarin saya menghubungi Said.
Dari pembicaraan itu saya baru tahu kisah perjuangan Said sejak muda.
Said sempat kuliah di satu lembaga pendidikan Islam –hanya karena dapat mukaffa di situ. Uang mukaffa-nya besar untuk ukuran tahun 1984 di kehidupan Sumenep: Rp 98.000/bulan. Dari situ Said bisa menyisihkan Rp 25.000 untuk diweselkan ke orang tua di Sumenep.
BACA JUGA:Air Amran
Di lembaga itu Said belajar bahasa Arab dan mendalami agama. Tapi Said tidak kerasan. Ia selalu berantem dengan dosen. Beda pendapat.
"Saya ini dibesarkan di kultur NU. Sedang semua dosen di situ mengajarkan wahabi," ujar Said.
Anda pun tahu nama lembaga pendidikan tinggi itu: LPBA –Lembaga Pengajaran Bahasa Arab. Yang didanai Arab Saudi. Kini LPBA berubah nama menjadi LIPIA.
Hanya 5 semester Said kuliah di situ.
Said lantas aktif di partai. Jadi caleg. Said tahu bagaimana cara menang di Madura. Ia melakukan itu. Selalu melakukan itu. Selalu menang.
Terakhir ia memecahkan rekor nasional.