Pun sebelum menerima mahasiswa baru di tahun 2012 Pak Tanri sudah lebih dulu membangun gedung-gedung universitas yang mentereng.
Sampai ke lapangan tenisnya yang berkualitas. Pak Tanri memang punya hobi main tenis sampai usia tuanya.
Nama besar Pak Tanri sangat diandalkan di TAU. Beliau yang jadi rektornya. Dulunya rektor dibantu oleh dua wakil rektor. Belakangan jabatan wakil rektor itu dihapus. Para dekan langsung berhubungan dengan Pak Tanri sebagai rektor.
BACA JUGA:Anies Ahok
Pernah, Pak Tanri mengumumkan akan berhenti sebagai rektor. Lalu akan diangkat seorang Plt Rektor. Disebutkan namanya: Prof Sudarsono. Tapi lama-lama tidak terdengar lagi kelanjutan soal pejabat rektor itu.
Ketika Pak Tanri meninggal dunia dua hari lalu jabatan rektor TAU kosong.
Rupanya membangun perguruan tinggi memang mudah. Yang sulit adalah mengembangkannya. Sebelum mengembangkan pun masih ada yang juga sulit: membuat daya tarik bagi mahasiswa baru.
Belakangan satu jurusan harus ditutup: tehnik elektro. Beberapa jurusan hanya memiliki mahasiswa kurang dari 20 orang. Yang laku --sayangnya-- hanya jurusan komunikasi. Jurusan unggulan seperti tehnik dan bisnis kurang peminat.
Pak Tanri telah pergi. Sang istri, mantan dosen di situ, tidak banyak terlibat. Tapi masih ada putra pertama dari almarhumah isteri yang dulu: Emil Abeng.
Emil, anak nak muda itu, mungkin akan punya kiat baru untuk megembangkan warisan sang ayah. Kalau pun Emil belum doktor toh banyak doktor di dunia pendidikan yang hebat-hebat di luar sana.
Yang saya kaget: ada teman yang kemarin memberitahu saya. Ternyata ada nama saya di daftar dewan penasehat TAU.
Saya pun ingat: Pak Tanri pernah memberitahu saya untuk jadi salah satu penasehat. Lama sekali. Rasanya saat saya masih menjadi sesuatu dulu. Maafkan Pak Tanri, saya belum pernah memberikan nasehat apa-apa: murid tidak boleh menasehati guru. (Dahlan Iskan)