Hukum dan Tata Cara Potong Kuku Menurut Islam
Hukum dan Tata Cara Potong Kuku Menurut Islam--TANGKAPAN LAYAR
Radarkoran.com - Terdapat sejumlah amalan yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilakukan pada hari Jumat. Salah satunya adalah memotong kuku.
Dikatakan bahwa dalam pandangan fikih, memotong kuku hukumnya adalah sunnah. Dari sisi medis jelas memotong kuku lebih terkait dengan soal menjaga kebersihan dan kesehatan.
Adapun anjuran untuk memotong kuku pada hari Jumat terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Rasulullah SAW. Nah untuk mengetahui penjelasan terkait anjuran potong kuku di hari Jumat, berikut ini ulasannya.
Dalam satu hadits disebutkan bahwa waktu paling utama untuk memotong kuku adalah hari Jumat.
"Disunnahkan mencuci ujung-ujung jari setelah dipotong kukunya karena ada yang mengatakan bahwa menggaruk-garuk sebelum dicuci akan menyebabkan penyakit kusta. Yang utama memotong kuku dilakukan pada hari Jumat, Kamis atau Senin," (Lihat Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyatul Jamal, Beirut-Dar al-Fikr, juz III, halaman 361).
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Dikatakan, "Imam Syafii dan para ulama mazhab Syafiiyah rahimahumullah menegaskan dianjurkannya memotong kuku dan mencukur rambut-rambut di badan pada hari Jumat." (Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, 1:287).
BACA JUGA:Ciri Kuku Seperti Ini Pertanda Kanker? Dokter Beri Penegasan
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah pernah memberikan keterangan, "Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang memotong kuku. Beliau menjawab, 'Dianjurkan untuk dilakukan di hari Jumat, sebelum matahari tergelincir'.
Kendati dimikian, tidak berarti bahwa seseorang tidak diperbolehkan untuk memotong kuku di hari-hari lain. Hal ini disampaikan oleh Buya Yahya dalam sebuah pengajian. Buya Yahya menjelaskan, bahwa potong kuku adalah sunnah dan bisa dilakukan kapan saja.
"Potong kuku adalah sunnah. Potong Kapan saja," terang Buya Yahya.
"Cuman diimbau kalau bisa setiap sepekan sekali, setiap Jumat," lanjutnya.
Tata Cara Memotong Kuku Menurut Islam.
Menurut para ulama bahwa tidak ada hadits sahih maupun hasan yang bisa dijadikan pegangan. Salah satu ulama yang menyatakan demikian adalah Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari-nya.