Lai Ching-te
Presiden dan Wakil Presiden Taiwan terpilih: Lai Ching-te (kiri) dan Hsiao Bi-khim.--
Kali ini calon presiden Taiwan ada tiga: Lai Ching-te dari Partai Rakyat Demokratik, Hou Yu-ih dari Koumintang, dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan.
Ching-te beraliran sama dengan pendahulunya: anti Tiongkok.
BACA JUGA:Sekolah Duduk
Yu-ih pro Tiongkok.
Wen-je anti kemapanan.
Meski kalah, dukungan untuk calon dari partai Koumintang sangat besar. Di atas 35 persen. Itu yang membuat pemenang tidak bisa mengabaikannya.
Setidaknya tidak akan mungkin pemenang pilpres kali ini akan menyatakan Taiwan merdeka. Mungkin cukup dengan status quo seperti sekarang: independen. Sambil pelan-pelan bergantung ke Amerika Serikat: agar kian eksis.
Sikap Tiongkok sudah jelas. Tiongkok sudah merevisi konstitusi: begitu Taiwan menyatakan merdeka harus diserang.
Tiongkok sendiri terus berusaha mengisolasi Taiwan dari pengakuan internasional. Kian sedikit negara yang punya hubungan diplomatik dengan Taiwan. Satu per satu dipreteli oleh Tiongkok.
Tiongkok tentu berharap Koumintang menang. Tapi rasanya masih lama Koumintang bisa memenangi pemilu di Taiwan. Ada ''hantu hidup'' yang membayang-bayanginya: kasus Hong Kong.
Apa yang terjadi di Hong Kong begitu hidup di benak anak muda Taiwan.
Kebebasan di Hong Kong akhirnya ternyata dibatasi. Mereka tidak peduli alasan pembatasan itu: gara-gara demo anarki yang tidak kunjung berhenti di Hong Kong. Selama dua tahun. Sebelum Covid-19. Hampir setiap hari. Tiongkok akhirnya melakukan tindakan represi. Terutama setelah ada tanda-tanda demo tersebut mengarah ke tuntutan Hong Kong merdeka.
Apa yang kemudian terjadi di Hong Kong itulah yang tidak mereka inginkan terjadi di Taiwan. Di pilpres yang lalu saya di Taipei. Beberapa hari. Ikut menyaksikan penghitungan suara di TPS-TPS. Semua dilakukan secara manual.
Di acara-acara kampanye Ing-wen saat itu jelas sekali digelar spanduk: anak muda Hong Kong mendukung Ing-wen. Jangan sampai Taiwan menjadi seperti Hong Kong.
BACA JUGA:Kecil Besar