Yang menarik, tidak ada di antara mereka yang berkeluh kesah. Mungkin karena sebelum itu saya sudah menegaskan bahwa pengusaha tidak boleh mudah mengeluh.
Setiap persoalan harus diatasi. Dicarikan jalan keluar. Bukan untuk dikeluhkan. Orang yang banyak mengeluh bukanlah pengusaha sejati.
Gedung ini menarik. Tidak didesain sebagai gedung perkantoran. Lantai-lantainya dibuat terbuka. Ruang-ruang kelas disediakan di salah satu pinggirnya.
Saya belum pernah melihat gedung seperti ini. Cocok untuk menampung kegiatan anak muda kreatif. Mungkin di Yogyakarta ada. Di bagian depan kampus Bulak Sumur Universitas Gadjah Mada.
Mungkin gedung itu kini sudah selesai dibangun. Tapi saya belum pernah memasukinya. Tidak bisa membandingkannya dengan MCC.
BACA JUGA:BPBJ Tuntaskan Lelang 76 Paket Kegiatan, Hemat Rp 3,8 Miliar
Ukuran gedung di UGM itu sangat besar. Megah. Namanya: Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK). Fungsinya sama dengan MCC: menampung segala macam kreasi yang terkait dengan ekonomi kreatif.
MCC dikelola Pemkot Malang. GIK dikelola UGM.
Di MCC banyak kursus-kursus bidang kreativitas.
Di GIK sering dilakukan kuliah umum yang terkait ekonomi kreatif.
Tiga tahun lagi akan terlihat mana yang lebih bermanfaat.
Tiga tahun lagi juga akan terlihat toilet MCC atau GIK yang tetap terpelihara kebersihannya.
BACA JUGA:DPSHP Mulai Diplenokan PPK, KPU Lebong Segera Tetapkan DPT Pilkada 2024
Dua-duanya akan membebani: anggaran pemeliharannya sangat besar. Juga biaya listrik dan operasionalnya.
MCC pun tidak akan bisa seterusnya gratis. Pun GIK.
Pendidikan memang mahal. Yang nonformal seperti di MCC maupun yang formal seperti di GIK. Setidaknya kreativitas anak-anak muda di dua kota itu mulai diberikan wadah --meski kreativitas tidak tergantung pada fasilitas.