Radarkoran.com - Menjelang Pilkada biasanya terjadi serangan fajar. Istilah ini merujuk pada praktik politik uang yang dilakukan sebelum pemungutan suara.
Dalam perspektif Islam, politik uang dikenal sebagai risywah atau suap. Tindakan ini secara tegas diharamkan dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kepahiang Malito Zunijon, M.Pd menuturkan dalam literatur Islam klasik, seperti Lisan al-Arab dan Mu’jam al-Wasith, risywah didefinisikan sebagai pemberian yang bertujuan membatalkan kebenaran atau menegakkan kebatilan.
"Dalam konteks politik, risywah berarti pemberian dalam bentuk apa pun yang ditujukan untuk memengaruhi pilihan pemilih agar mendukung calon tertentu, " kata Majlis Tarjih dan Tajdid PDM Kepahiang kepada Radarkoran.com.
Hukum Islam memandang risywah sebagai dosa besar. Firman Allah dalam QS al-Baqarah (2): 188 menegaskan yang artinya :
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Masih menurut Ustad Malito larangan ini diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi,
BACA JUGA: Pelajar Terseret Prostitusi Online, Jajakan ke Pria Hidung Belang Gunakan Aplikasi Michat
“Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap” [HR Abu Dawud no. 3580 dan al-Hakim no. 7066]. Kata “laknat” menunjukkan betapa beratnya dosa ini dalam pandangan Islam," ucapnya.
Lebih lanjut, dalam konteks pemilu, politik uang bukan hanya melibatkan pemberi dan penerima, tetapi juga pihak-pihak lain yang mendukung atau membiarkan praktik ini terjadi. Bahkan, penyuapan tetaplah haram meskipun diberi nama hibah atau sumbangan, atau meskipun dilakukan dalam nominal kecil.
"Praktik politik uang yang menggunakan dana publik juga termasuk tindak kejahatan besar karena melibatkan pelanggaran amanah rakyat," jelas Malito
Masih menurutnya, kerusakan yang ditimbulkan oleh politik uang tidak hanya bersifat material, tetapi juga moral. Masyarakat menjadi apatis, hanya peduli pada keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampak jangka panjang.
"Fenomena ini sejalan dengan peringatan Allah dalam QS al-Baqarah (2): 205, yang artinya “Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.”jelasnya
Malito juga menjelaskan, kerusakan moral akibat politik uang memperlihatkan pengabaian terhadap nilai-nilai kejujuran, amanah, dan keadilan, yang menjadi pilar utama keberlangsungan masyarakat.
Menyikapi serangan fajar sebagai bagian dari politik uang, masyarakat Muslim harus memahami bahwa keterlibatan dalam praktik ini, baik sebagai penerima, pemberi, maupun pendukung, berarti turut serta dalam perbuatan dosa besar.