Radarkoran.com - Baru-baru ini, seorang guru honorer di Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi tersangka penganiayaan usai dilaporkan orang tua siswa ke Polisi.
Guru tersebut berinisial R (55) yang merupakan warga Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Oknum guru ini ditetapkan menjadi tersangka lantaran diduga menganiaya salah satu pelajar SMP swasta berusia 14 tahun di Dampit karena tidak salat subuh.
Kuasa hukum Guru R, Dahri Abdussalam menceritakan, kronologi peristiwa ini terjadi pada 27 Agustus 2024 saat kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran Agama Islam. Memang sebelum pembelajaran berlangsung biasanya sang guru menanyakan ke murid-muridnya apakah melaksanakan salat subuh atau tidak.
Dari pertanyaan tersebut, tiga orang tidak salat subuh, termasuk di antaranya korban. Dari sanalah R sang guru sempat menanyakan alasan mengapa tidak salat subuh, termasuk kepada kedua teman lainnya.
"Ketiganya ditanyakan, disuruh maju ke depan, yang maju dua anak, D ini mengajak teman laki-laki namanya F, diajak maju ke depan ditarik, tapi karena salat subuh dia nggak mau ikut. Akhirnya si D langsung ngoceh sambil maju ke depan, secara spontan R langsung menampar si D ini," ujarnya, Jumat 6 Desember 2024.
Tindakan yang dilakukan R kepada korban disebut Dahri agar siswa tersebut tidak lagi berkata kotor, kendati kata-kata itu tidak ditujukan ke gurunya, melainkan ke temannya lain yang menolak diajak maju oleh DP.
BACA JUGA:Wujudkan Swasembada Pangan, Kemendes Siapkan Sejumlah Aksi, Apa Saja?
"Ditanyakan kenapa nggak salat subuh, apa karena lihat mberot kesiangan (bangun), nggak salat. (Ditanya ke DP) Orang tua nggak salat, Ibu salat, Bapak nggak salat," lanjutnya.
Selanjutnya usai ditanya di depan kelas itulah, korban dan kedua siswa lainnya akhirnya disuruh duduk kembali ke bangkunya masing-masing. Tapi berselang 10 menit kemudian, korban izin keluar kelas dan ternyata ditemukan temannya sedang menangis.
"Waktu keluar disampaikan temannya korban ini menangis, lalu Pak R ini berkata mungkin masih kesal, biarin dulu, setelah itu proses pelajaran berlanjut," katanya.
Sehari setelah kejadian itu tepatnya pada Rabu 28 Agustus 2024, korban tidak masuk sekolah. Orang tuanya menghubungi pihak sekolah bahwa anaknya tidak masuk karena ditampar oleh guru berinisial R. Orang tua sempat memprotes juga atas tindakan tersebut.
"Sama guru piket diminta ke sekolah biar dijelaskan. Akhirnya 30 menit datang ke sekolah dipertemukan dengan Pak R, tapi Pak R tidak ada di sekolahan, karena lagi melatih drum band," tuturnya.
Kemudian sore harinya kliennya mendatangi rumah korban yang kebetulan masih satu desa dengannya. Di sana R meminta maaf kepada keluarga korban atas tindakan spontanitas penamparan ke mulut korban.
"Tapi permohonan maaf itu tidak diterima, terus orang tua ini bilang sudah terlanjur minta tolong ke keluarga saya, dan bilang akan datang ke rumah Pak R. Akhirnya korban dengan orang tuanya datang ke rumah Pak R malamnya, terus mereka sepakat damai, nggak bakalan melanjutkan proses hukum itu," paparnya.
Namun tiga hari pascakejadian pemukulan, tiba-tiba orang tua korban melaporkan kejadian itu ke Polresta Malang. Polisi yang menyelidiki dan mengambil visum korban.