Oleh: Dahlan Iskan
Hanya yang muda yang bisa membuat kemajuan. Anak muda bisa bekerja dua harmal tanpa tidur. Sampai pekerjaan selesai.
Yang tua, seperti saya, tidak tidur satu malam pun sudah masuk angin.
Maka dipilihlah: yang memimpin rombongan kami adalah anak muda. Ia kelas 1 SMA. Anak pertama anaknyi Bu Dahlan. Namanya dibuat mirip pembalap legendaris yang meninggal saat balapan Formula One: Ayrton Senna Ananda.
Kelemahannya satu: tidak bisa bahasa Mandarin. Padahal rombongan 12 orang ini ke Beijing dan Shanghai. Tapi kami percaya beberapa hal:
1. Kelemahan bisa ditutup dengan kecerdasan.
2. Logika yang kuat akan menuntun penyelesaian banyak persoalan.
3. Keikhlasan membuat pikiran jernih --sehingga logika bisa berjalan semestinya.
Wakil ketuanya juga anak muda: kelas 1 SMA --tahun depan. Anak kedua putrinya Bu Dahlan.
Ia anak kembar. Saya mudah membedakannya: kembarannya perempuan. Tapi saya sering tertukar namanya: satu Aqila, satunya lagi Aliqa. Apalagi dua-duanya jagoan basket.
Yang tua-tua harus ikut keputusan mereka berdua. Apalagi saya. Meski hanya saya yang bisa berbahasa Mandarin tapi saya mencoba untuk tetap plonga-plongo. Pun ketika mereka mengalami kesulitan di lapangan.