Pemerintah Wajib Bebaskan Pertamina dari Figur Terafiliasi Parpol

Jumat 07 Mar 2025 - 10:03 WIB
Reporter : Suhay Putra
Editor : Eko Hatmono

Radarkoran.com - Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto menilai, citra PT Pertamina (Persero) berada di titik nadir pascaterungkapnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang 2018-2023 yang merugikan negara Rp 197,3 triliun.

Ia meminta pemerintah merombak tata kelola migas yang jauh dari intervensi atau kepentingan partai politik (parpol). 

"Karena sudah menjadi rahasia publik, selama ini BUMN menjadi sapi perah bagi parpol sehingga pelaksanaan tugasnya banyak disiasati," kata Mulyanto, Kamis 6 Maret 2025.

"Jadi jangan salahkan publik kalau menilai pengungkapan kasus ini, sekadar pergantian 'pemain'. Ada pemain baru ingin menggantikan pemain lama. Ke depan kasus dan modusnya bisa jadi berulang," sambungnya.

Jika pemerintahan Prabowo Subianto serius memperbaiki tata kelola migas oleh Pertamina dan subholdingnya, perlu perombakan sistem rekrutmennya. Terapkan sistem meritokrasi, tolak orang-orang yang berafiliasi parpol di jajaran direksi dan komisaris di Pertamina.

BACA JUGA:Jokowi Buka Suara Soal Korupsi Pertamina, Singgung Kontrol Komisaris-Direksi

"Pemerintah seharusnya menempatkan kalangan profesional murni yang amanah. Tetapi bila melihat yang terjadi hari ini, justru menimbulkan aura pesimistis bagi publik," imbuhnya.

Mantan anggota Komisi VII DPR ini, mengatakan, dugaan tindak pidana korupsi dimulai dari hulu. Di mana, para tersangka melakukan pengkondisian untuk menurunkan readiness/produksi kilang. Kemudian menolak minyak mentah domestik karena dianggap tidak memenuhi spek kilang yang dimiliki Pertamina.

Akibatnya minyak mentah yang berasal dari perut bumi Indonesia, produksinya tidak terserap. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah maupun BBM dalam negeri, dilakukanlah impor. Selanjutnya modus korupsi berkembang menjadi ekosistem yang akhirnya terbongkar juga.

"Ini kan korupsi terstruktur dan berjamaah, yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang tanpa diketahui aparat, yakni dari 2018-2023. Untuk membangun kepercayaan publik tidak mudah, bila tanpa itikad baik, kinerja yang unggul dan konsisten," tandasnya.

Kategori :