Oleh: Dahlan Iskan
KETIKA bertemu lagi tahun lalu saya pangling. Ia terlihat lebih muda, segar, dan lebih gagah. Setelah bersalaman barulah saya ingat senyumnya: Letjen TNI Doni Monardo.
Saya lama memandangi wajahnya. Apa yang menyebabkan berubah. Waktu itu beliau hadir dalam acara pembukaan pabrik plastik ramah lingkungan berbahan baku singkong. Di Tangerang.
Beliau memberi ceramah tentang jahatnya plastik bagi lingkungan. Ada juga Ahok di situ.
Rupanya beliau melihat saya sedang heran mengamati wajah dan tubuhnya. "Rambut saya yang berubah, Pak," kata Doni.
Benar. Itulah yang membuat Doni tampak lebih muda dan segar. Rambutnya lebat. Tidak lagi botak. Warnanya hitam. Tidak ada putihnya. Sisirannnya rapi, dengan ukuran rambut yang tidak terlalu pendek. "Kalau Pak Dahlan mau, nanti saya kirimi obatnya," katanya. Rupanya Pak Doni melihat rambut saya mulai menipis. Juga mulai terlihat botak di bagian dekat ubun-ubun. Sudah pula lebih banyak ubannya.
Seminggu kemudian saya menerima kiriman paket. Dari membaca nama pengirimnya saya sudah bisa menebak isinya: obat penumbuh rambut. Saya buka. Banyak sekali. Di botol-botol kecil ukuran sekitar 100 cc.
Saya pun memotret kiriman itu. Fotonya saya kirim ke beliau, dengan ucapan terima kasih. Saya berjanji untuk memakainya tanpa menyebut mulai kapan.
Janji itu belum saya penuhi. Sampai beliau meninggal dunia hari Minggu sore lalu dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata kemarin siang.
Anda sudah tahu: inspektur upacara (irup) pemakaman itu adalah Kepala Staf TNI-AD yang baru: Jenderal Maruli Simanjuntak.
Maruli adalah junior Doni di Kopassus. Waktu Doni menjabat Danjen Kopassus, Jenderal Maruli masih kolonel. Waktu itu Doni punya program unggulan: anggota Kopassus-muda harus jadi juara di bidang masing-masing. Ada judo. Karate. Mendaki gunung. Dan banyak lagi.
Maruli adalah juara judo.
Lalu Pangdam Tanjungpura sekarang Mayjen TNI Iwan Setiawan juara mendaki gunung. Tim Mayjen Iwan membuat sejarah bagi Indonesia: berhasil mencapai puncak Everest. Bendera merah putih berkibar di sana. Kopassuslah pengibarnya.
Sebelum pertemuan di pabrik plastik ramah lingkungan itu saya bertemu Pak Doni di pusat pengendalian Covid-19. Beliau adalah panglima tertinggi pengendalian Covid-19. Beliau adalah kepala BNPB –Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Setelah menjalani berbagai tes saya diizinkan masuk ke ruang kerjanya. Itu adalah juga tempat tinggal beliau. Selama menjadi komandan pengendalian Covid-19 beliau tidak pernah pulang. Tidur di sebelah ruang kerja itu: tempat tidur lipat yang biasa dipakai di barak tentara. Waktu beliau habis untuk urusan Covid-19. Siang-malam.