Untung Siksa
Dahlan Iskan sebelum memasuki gedung peradilan di Amerika Serikat.--
Maka hari itu Lia ajak saya ke pengadilan. Dia pilih cari tempat parkir di China Town. Ini juga permainan catur: agar dari pengadilan nanti bisa makan siangnya di sekitar itu.
Dari China Town kami jalan kaki ke kawasan hukum. Melewati taman lain di belakang pengadilan. Tamannya masih sama: banyak kelompok orang yang lagi main cheki atau mahyong di situ. Tentu mereka adalah orang Tionghoa.
Gedung pengadilan itu 17 lantai. Atau 18. Perusuh teliti seperti Mirza Mirwan punya angka tepatnya. Itu bukan gedung sangat tinggi untuk ukuran New York. Juga bukan bangunan rendah seperti semua gedung pengadilan di Indonesia.
Tapi bagian bawah luar gedung ini terasa rusuh. Skafolding terpasang di sepanjang wajahnya. Menutup sepanjang trotoar di depannya. Pun menutup pintu masuknya.
Kami menyusuri lorong skafolding itu. Lalu masuk pintu besarnya. Bebas. Hanya ada detektor barang bawaan. Relatif sepi. Hanya dua orang di depan saya dan dua di belakang: Lia dan Erick, anaknyi. James Sundah, suami Lia tidak ikut.
Lia tahu: ruang sidang Trump di lantai 15. Ada dua deretan lift di gedung itu; di kanan sana dan di kiri sana. Sama saja. Tidak ada petugas jaga. Sepi. Pun di lantai 15.
Lia juga tahu di ruang mana Trump selalu disidangkan: ruang 59. Langsung ke ruang itu. Dorong pintu besar. Pintu kayu. Ada pintu besar lagi di dua meter setelah pintu pertama. Pintu hands itu untuk antisipasi musim dingin.
Ruang sidang senyap. Ada sidang tapi senyap. Sidang kriminal lain. Belum mulai.
Ruang sidang ini seperti ruang kebaktian di gereja Katolik. Langit-langitnya tinggi. Tempat duduk pengunjungnya bangku panjang. Berderet ke belakang. Delapan deret. Kanan dan kiri. Koridor di tengah. Tiap bangku berisi 7 orang. Ada penyekat rendah di bangku itu agar mereka tidak duduk berhimpitan.
Deretan bangku paling depan untuk jaksa dan timnya menunggu sidang dimulai. Di bangku kanan. Yang kiri depan untuk bangku tunggu pengacara.
Kami duduk di bangku nomor 3 dari belakang. Hanya bisa berbisik pelan.
Sambil menunggu, saya membaca komentar para perusuh. Posisi HP saya agak tinggi. Terlihat oleh petugas keamanan yang duduk jauh di depan sana. Ia memberi isyarat tangan.
Saya tahu: di ruang pengadilan Amerika tidak boleh memotret. Si petugas mungkin mengira saya akan memotret. Maka saya menurunkan posisi HP. Terlindung sandaran bangku. Saya meneruskan membaca komentar. Sambil menunduk. Ternyata juga dikirimi isyarat tangan. Rupanya tidak hanya dilarang memotret. Main HP pun tidak boleh.
Antara bangku-bangku pengunjung dan aparat persidangan ada pemisah. Anda sudah biasa melihatnya di film-film. Hakim berada di altar depan sana. Tempatnya lebih tinggi dari siapa pun. Kursi para yuri berderet di dekat dinding di kiri Hakim. Posisi kursi para yuri menghadap Hakim. Berarti juga agak menghadap ke semua aparat persidangan, termasuk menghadap terdakwa.
BACA JUGA:Lia Simple