Kereta Luxury
Dahlan Iskan di dalam kereta luxury.----IST/RK
BACA JUGA:4.407 Jiwa Warga Rejang Lebong Belum Terdaftar JKN
Sudah waktunya stasiun-stasiun KA tidak kalah dengan bandara. Toh tiket kereta juga tidak lagi murah. Untuk kelas luxury ini bahkan lebih mahal dari tiket pesawat: antara Rp 1,2 juta sampai Rp 1,7 juta –saya dapat harga yang termahal itu.
Gerbong kelas luxury ini ditempatkan agak paling belakang. Aneh. Saya lupa bertanya mengapa begitu. Mahal tapi jalan kakinya lebih jauh. Baik saat naik maupun saat turun kelak.
Saya tidak mempersoalkan yang tidak logis seperti itu. Saya masih kuat jalan. Toh tidak membawa koper. Saya hanya membawa tas kresek isi satu baju –lupa tidak mengembalikan jas pinjaman dari Syekh Panji Gumilang dua tahun lalu.
Begitu masuk gerbong saya sempat terpana: bagus. Seperti di pesawat kelas bisnis internasional.
BACA JUGA:4 PLTS di Bengkulu Terbengkalai, Sumber Energi Bersih Masih Diabaikan
Saya coba atur tempat duduk menjadi tempat tidur. Bisa. Penggerak elektroniknya baik. Memang pilihan materialnya tidak sebaik di pesawat, tapi cukup baik.
Sebelum tidur saya hitung dulu jumlah kursi yang terisi: 14 orang. Berarti 50 persen. Saya coba bertanya ke beberapa orang: mengapa pilih kelas mahal.
"Saya takut naik pesawat," ujar seorang ai lantas tersenyum. Dia akan ke Jakarta. Bersama suami.
Ai adalah panggilan untuk wanita Tionghoa yang berarti tante. Setiap ke Jakarta dia naik luxury.
"Bagaimana kalau ke luar negeri"?
"Terpaksa naik pesawat. Kan tidak ada jalan lain," jawabnyi. Lalu dia minta foto bersama.
BACA JUGA:Sekjen MPR Siti Fauziah: Pustakawan Harus Miliki Personal Branding
Satu penumpang lagi punya alasan lain: bisa tidur. Lalu bangun-bangun sudah di Jakarta. Langsung bekerja. Daripada bayar hotel di Jakarta.
Saya pun langsung tidur. Disediakan selimut. Perut sudah kenyang. Tidak akan makan apa pun lagi pada jam seperti itu.