Radarkoran.com - Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkda) serentak saat ini tengah diselenggarakan di wilayah Indonesia. Semua elemen masyarakat yang masuk kategori sebagai bagian dari pesta demokrasi ini menjadi khusus, terutama dalam basis suara yang dinilai dapat memberikan kemenangan bagi pasangan calon.
Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus dalam pesta demokrasi ini yakni keberadaan generasi Z atau Gen Z yang sudah mulai mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) sejak tahun 1997 sampai Pemilu Presiden dan Legislatif pada Februari 2024 lalu. Generasi ini memiliki jumlah suara tertinggi dengan kondisi bonus demografi Indonesia saat ini.
Disisi lain, walaupun dengan jumlah kontribusi suara terbanyak, potensi suara Gen Z dinilai masuk dalam kategori pemilih dengan suara mengambang (flying voters/ swing voters) yang merupakan pemilih rasional yang bisa berubah pilihan sesuai ide dan gagasan tertentu.
"Gen Z itu masuk kategori flying voters atau swing voters, pemilih yang bisa berpindah karena sesuai dengan trend dan kebutuhan mereka," jelas Usin Abdisyah Putra Sembiring, seorang Politisi dari Fraksi Hanura DPRD Provinsi Bengkulu yang kembali duduk pada Periode 2024 - 2029.
Ia menuturkan, pilihan dari para Gen Z ini bisa berubah-ubah hingga hari H pelaksanaan Pilkada pada 27 November 2024 mendatang di Provinsi Bengkulu.
BACA JUGA: KPU Provinsi Bengkulu Optimalkan Keikutsertaan Gen Z Dalam Pilkada 2024
"Pilihan mereka itu bisa berubah-ubah, jika ada calon yang menurut mereka masuk pada style, pada kehidupan mereka, paham dengan mereka, itu yang mereka pilih," tutur Usin.
Lebih jauh, menyasar para Gen Z dalam politik sangat menantang dan berisiko, walaupun dalam kontestasi politik potensi pemilih tersebut berkontribusi cukup besar untuk menambah kemenangan pencalonan.
"Pada pencalonan saya di legislatif saja pada Pemilu 2019 lalu sebanyak 4.000-an. Sementara pada Pemilu Legislatif 2024 kemarin perolehan suara saya meningkat 120 persen menjadi 9.000-an suara dan sebagian besar adalah Pemilih Gen Z," imbuh Usin.
Dengan potensi dan resiko yang ada, Usin menyebut perlu pendekatan khusus untuk mendapatkan dukungan suara Gen Z yang merupakan pemilih dengan rentang usia 17 - 27 tahun tersebut.
Selain itu, jika mengandalkan politik uang, para gen Z ini mempunyai karakter khusus dalam menentukan pilihannya sendiri. Sehingga meskipun pasangan calon kemungkinan menyodorkan imbalan atau melakukan politik uang untuk mendapatkan dukungan, pemilih Gen Z akan memilih calon yang mereka kenal dan mampu menjawab keinginan mereka.
"Mereka akan memilih calon yang mengerti kebutuhan mereka dan mampu berkomunikasi dan menjalin kedekatan dengan dunia mereka. Mereka tidak suka kalau calon menjelekkan lawan politik lain," ujar Usin.
Dengan kondisi yang ada, tentunya diharapkan para pasangan calon pada Pilkada 2024 mendatang tidak hanya menargetkan para Gen Z sebagai objek pemilih dan mendapatkan dukungan politik saja, namun juga memberikan pendidikan dan pemahaman politik yang benar bagi kalangan tersebut. Hal ini sebagai upaya untuk memastikan jalannya demokrasi dengan baik dari semua elemn yang menjadi bagian dari demokrasi tersebut.