Maka muncullah saran untuk Abdullah. Mengapa ia tidak membuka bengkel-bengkel serupa di kota lain. Di 100 kota, misalnya. Dengan cara itu Abdullah akan segera menjadi pengusaha lebih besar.
Sebagai perintis, Abdullah berhak untuk mengembangkan usaha. Jangan hanya bangga dengan gelar sang perintis.
Abdullah setuju. Ia bertekad untuk mengembangkan diri. Selama ini ia sudah puas bisa mendidik anak-anak muda di Bantul untuk bisa memperbaiki motor listrik. Sudah 300 anak muda yang ia bina. Sukarela. Tanpa pamrih apa-apa.
Sudah waktunya Abdullah memikirkan dirinya sendiri: agar lebih besar.
BACA JUGA:Sikap Keuangan
Di awal mudanya dulu Abdullah, asal Tegal, membuka kios reparasi laptop. Di Yogyakarta. Sampai punya tujuh orang karyawan.
Usaha itu berakhir dengan pahit. Saat Covid tiba, reparasi laptopnya harus ditutup.
Abdullah pun mengajak tujuh karyawannya bicara: mereka akan ke mana. Yang ditanya tidak bisa menjawab. Mereka pasrah. Ikut Abdullah. Ke mana pun.
Karena Covid itu Abdullah harus pindah ke Bantul. Ke kampung istrinya. Ia belum tahu akan berbuat apa di Bantul. Tujuh orang itu pun ikut Abdullah ke Bantul. Jadi apa saja.
Merasa harus bertanggung jawab ke tujuh orang itu Abdullah berpikir: buka bengkel mobil listrik. "Ternyata yang datang pertama justru sepeda motor listrik," ujar Abdullah.
Lama kelamaan kian banyak motor listrik yang datang. Abdullah terkenal. Berkembang. Maju. Kewalahan.
Perjalanan ke Shenzhen ini telah membuka kemungkinan baru bagi siapa saja. (Dahlan Iskan)