Radarkoran.com - DPR RI mengusulkan untuk merevisi Undang-undang Aparatur Sipil Negara 2023 (UU ASN 2023). Mengenai usulan ini, Dewan Pembina Honorer mengaku sangat khawatir. Seperti diketahui, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, revisi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sangat krusial.
Hal itu dikarenakan ada perubahan nomenklatur kementerian/lembaga. Saat ini, jumlah kementerian/lembaga bertambah gemuk. Yang artinya, perlu ada regulasi yang mengatur komposisi ASN untuk mengisinya.
"Pejabat eselon satu, eselon dua dan seterusnya di kementerian/lembaga baru itu harus diatur, makanya UU ASN mendesak direvisi," sampai Rifqinizamy pada 13 November 2024.
Dia mengungkapkan, Komisi II DPR RI sudah mengusulkan revisi UU ASN 2023 kepada Badan Legislasi (Baleg). Diharapkan revisi UU ASN dimasukkan ke dalam program Legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. "Ini sangat krusial, makanya diusulkan masuk prioritas pada tahun 2025," ucapnya.
Tapi rencana DPR RI ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan honorer. Hal ini dikatakan Dewan Pembina Forum Honorer K2 Tenaga Teknis Administrasi Nurbaitih. Dia mengatakan, tidak masalah jika UU ASN 2023 direvisi, dengan catatan masalah honorer K2 dapat diselesaikan.
BACA JUGA:Revisi UU ASN, Ada Peluang Selamatkan Honorer TMS PPPK 2024
"Jujur saya sangat khawatir sekali ini, kecuali ada pasal khusus lagi buat honorer yang berstatus TMS alias tidak memenuhi syarat, bisa ikut seleksi PPPK 2024," tutur Nurbaituh.
Nurbaitih menilai, usulan Komisi II DPR RI untuk merevisi UU ASN 2023 terlalu cepat dilakukan. Alasannya Undang-undang tersebut belum lama direvisi, bahkan peraturan pemerintah turunannya saja belum satu pun yang diterbitkan pemerintahan.
Anehnya, malah Komisi II DPR RI ingin sekali merevisi kembali. Nurbaitih mengungkapkan, honorer sangat khawatir hal tersebut mengganggu penyelesaian honorer yang sedang berproses.
Namun, apabila DPR RI ngebet ingin merevisi UU ASN 2023, Nurbaitih menitipkan harapan supaya pasal-pasalnya dapat mengakomodasi honorer K2 yang tahun ini gagal lantaran persyaratan dan usia. "Kalau harus merevisi, sebaiknya hanya untuk menambah. Bukan menghilangkan pasal yang melindungi honorer," demikian Nurbaitih.