Radarkoran.com - Polda DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) terus melakukan penyidikan mendalam terhadap jaringan gelap penjualan bayi.
Dalam kasus penjualan bayi ini, pihak kepolisian sudah menangkap dua pelaku inisial, JE (44) yang merupakan seorang oknum bidan dan DM (77) merupakan pensiunan bidan sekaligus pemilik rumah bersalin.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian, terungkap jika binis yang dijalankan dua tersangka ini sudah berlangsung sejak 2010 lalu, dengan itupula artinya sudah belasan tahun.
Direktur Reskrimum Polda DIY, Kombes Pol FX Endriadi mengatakan, dari hasil penyelidikan yang dilakukan binis yang dijalankan kedua tersangka ini sudah berjalan sejak tahun 2010.
Artinya hingga di Tahun 2024 ini bisnis penjualan bayi yang dijalankan oleh dua tersangka sudah belasan tahun. Jika di totalkan, artinya keuntungan bisa mencapai ratusan juta.
"Dua bidan terlibat dalam praktik jual beli bayi sejak tahun 2010. Hingga kini, total sudah ada 66 bayi yang diperjualbelikan oleh pelaku dengan harga fantastis," kata Endriadi
Dilanjutkan Endriadi, Bayi yang dijual meliputi anak laki-laki dan perempuan. Bayi laki-laki dihargai Rp 65 juta hingga Rp 85 juta, sedangkan bayi perempuan dijual seharga Rp 55 juta hingga Rp 65 juta.
Mirisnya, para bayi ini diambil dari orang tua yang tidak mampu mengurus anak mereka.
BACA JUGA:Korban Dugaan Pelecehan Agus Buntung Terus Bertambah, Sekarang Sudah 19 Orang
JE (44) dan DM (77), kedua tersangka dalam kasus ini, diketahui menjual bayi-bayi tersebut ke berbagai wilayah, termasuk Surabaya, Bali, NTT, dan Papua.
Kedua bidan menggunakan keahlian mereka untuk menargetkan orang tua dalam kondisi ekonomi sulit dan memanfaatkan situasi tersebut untuk keuntungan pribadi.
JE dan DM dijerat dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F UU Nomor 35 Tahun 2014.
Hukuman maksimal yang menanti mereka adalah 15 tahun penjara dan denda hingga Rp300 juta.
Kasus ini langsung memicu reaksi keras dari masyarakat.
Banyak yang mendesak penegakan hukum maksimal untuk pelaku agar kejadian serupa tidak terulang.