Saya maju duluan. Saat itulah seorang dokter gigi yang saya kenal menyeret tangan saya: "Ini ibu Wamen, juga satu pesawat dengan kita," katanya.
Menyesal. Ternyata dia benar-benar dia! Stella Christie --wakil menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi itu. Saya pun menyalami. Saya mencoba untuk merendah. Dia lebih merendah lagi.
Anda tahu dia memang orang yang simple. Tapi kenyataannya jauh lebih simple dari yang saya bayangkan. Simple segala-galanya. Termasuk pilihan tempat duduk di ruang tunggu kelas ekonomi ini. Di sembarangan kursi.
BACA JUGA:Celeng Banteng
Dia hanya ditemani satu wanita muda yang juga sangat sederhana. Bukan seperti ajudan. Bukan seperti staf seorang wakil menteri pada umumnya.
Saya juga lama berusaha seperti itu tapi tidak bisa. Saya tidak bisa menyendiri seperti itu. Selalu banyak orang yang datang nimbrung. Sedang Stella benar-benar seperti penumpang biasa.
Sambil berjalan menuju belalai gajah kami pun ngobrol pendek. Dia menyandang ranselnyi sendiri. Terlihat ada tumbler minuman di ransel itu. Dia mandiri. Bawa barang sendiri. Bawa minuman sendiri.
Begitu masuk pintu pesawat saya lihat tinggal satu tempat duduk di kelas bisnis yang kosong. Paling depan kiri. Saya pun berpikir: oh... Di situ dia akan duduk.
Tidak! Dia terus berjalan melewati kelas bisnis itu. Ternyata dia duduk di kelas ekonomi.
"Kursi saya lebih di sana," kata saya kepada Stella sambil pamitan menuju lebih ke belakang.
Saat berjalan bersama itu kami pun tahu: tujuan kami sama. Ke Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh. Ada seminar internasional di situ: memperingati 20 tahun Tsunami Aceh. Hari-hari ini, 20 tahun lalu, peristiwa besar itu terjadi.
Prof Stella ternyata sudah tahu: di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) ada hasil penelitian yang penerapannya sudah sampai ke skala komersial: nilam. Yang menghasilkan minyak atsiri kualitas tinggi. Sudah ekspor pula.
Dia terasa bangga saat menyinggung hasil penelitian nilam itu. Rasanya Prof Stella ingin tahu lebih banyak lagi di Aceh.
Sudah begitu banyak yang saya tahu tentang Prof Stella. Mulai dari caranyi berpikir sampai caranyi mengajar. Kian tahu kian simpati.
Juga tentang sikapnyi pada ChatGPT: "Kalau masih ada dosen yang memberikan pertanyaan pada mahasiswa yang bisa dijawab dengan cara membuka ChatGPT berarti dosen harus cari pertanyaan lain".
Turun dari pesawat saya sudah kada pinandu. Prof Stella sudah pakai kerudung. Bandara penuh dengan penyambut. Lengkap. Rektor Unsyiah Prof Marwan dan Rektor UIN Ar-Raniry Prof Mujiburrahman. Pesawat telat lebih setengah jam. Langit Banda Aceh agak mendung. Hari sudah mulai gelap.(Dahlan Iskan)