Duduk Berdiri

Iman Prihandono----

Oleh: Dahlan Iskan

 

Sebenarnya ini menarik untuk ditulis: pengadilan menugaskan seorang guru besar di satu universitas untuk menjalankan tugas mediasi dalam perkara perdata.

Tapi saya tidak bisa menuliskannya: itu menyangkut gugatan pengacara anaknya Pak Iskan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Anda sudah tahu: untuk gugatan perkara perdata, hakim tidak boleh langsung mengadilinya. Hakim harus lebih dulu menawarkan kepada penggugat dan tergugat agar berdamai. ''Juru damai'' nya biasanya hakim di pengadilan itu sendiri. Kalau para pihak tidak bisa berdamai barulah hakim menyidangkan perkara perdata itu.

Biasanya tempat mediasi itu pun di ruang sidang pengadilan. Di situ para pihak diminta mengajukan proposal damai. Kali ini lokasi mediasinya di kampus Unair.

Di tahap itu banyak yang mencapai persetujuan damai. Lalu pengadilan membuat penetapan damai. Sidang gugatan perdata itu pun berakhir dengan damai.

Tentu ada juga yang tidak bisa mencapai kesepakatan damai. Maka sidang perkara gugatan itu pun dilanjutkan.

Sebagai wartawan jari-jari saya amat gatal. Ingin sekali menulis guru besar di kampus jadi pelaku mediasi. Tapi tidak bisa. Tidak baik. Bisa dianggap memengaruhi peradilan.

Padahal betapa saya ingin wawancara dengan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Dr Rustanto SH MH: mengapa ia memutuskan menunjuk Dekan Fakultas Hukum Unair Prof Dr Iman Prihandono SH MH untuk menjadi ''hakim'' mediasi. Mengapa Rustanto tidak melakukannya sendiri.

Tentu betapa juga saya ingin wawancara dengan Prof Iman: minta pendapatnya. Tapi itu tidak bisa saya lakukan. Padahal alangkah hebatnya kalau semua mediasi seperti ini diserahkan ke kampus. Dengan demikian kemampuan kampus di bidang hukum kian nyata. Dan lagi siapa tahu tugas mediasi ini bisa jadi sumber pendapatan kampus.

Tentu saya tidak bisa wawancara dengan Prof Iman. Padahal saya sudah dua kali bertemu –bukan untuk wawancara tapi untuk menjalani proses mediasi. Tempatnya pun bukan di pengadilan tapi di Unair. Di kantornya Prof Iman. Di gedung baru FH Unair yang sangat megah dan modern. Tangga depan terasnya saja 37 anak tangga. Mirip sebuah bangunan istana. Dengan anak tangga sebanyak itu gedungnya terlihat gagah.

Yang sedang dalam proses mediasi ini adalah gugatan anak Pak Iskan menyangkut dokumen perusahaan. Ia telah minta dokumen perusahaan itu secara baik-baik, tapi ditolak. Alasannya masuk akal. Dokumen yang diminta sudah pernah diberikan. Maka ia ingin mendapatkannya lewat pengadilan.

Memang permintaan anak Pak Iskan agak ''keterlaluan'': minta dokumen perusahaan sejak 1990-an. Kenapa begitu banyak? Katanya: ia perlu dokumen sebanyak itu karena waktu diperiksa polisi harus menjawab soal kejadian-kejadian di Jawa Pos sejak tahun 1990-an. Ia tidak pegang satu dokumen pun.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan