Radarkoran.com - Persoalan pendangkalan alur di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu terus menjadi perhatian serius. Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan akan dilakukan pengerukan.
Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Bengkulu, RA. Denni mengatakan, dari serangkaian rapat yang diikuti pihaknya, bersama pihak terkait lainnya seperti apelindo, Asosiasi Pengusaha Batubara dan lainnya, terkesan belum ada kejelasan sama sekali terkait rencana pengerukan alur tersebut.
"Bahkan siapa pihak yang bertanggungjawab atas pengerukan itu, belum ada kepastian," ungkap Denni pada Senin 6 Januari 2025.
Ia menambahkan, ada kesan tarik-menarik antara PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo), dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Pulau Baai Bengkulu. Termasuk juga wacana pengerukan alur yang menerapkan sistem Joint Venture Company (JVC) yang belum jelas penganggarannya.
"Semuanya belum ada kejelasan sama sekali, makanya sampai dengan saat ini kita juga belum tahu seperti apa implementasi rencana pengerukan," kata Denni.
BACA JUGA:Cek Akun Masing-masing, Kelulusan Seleksi PPPK Tahap I Diumumkan
Untuk mengatasi persoalan yang ada, dirinya menyebut Pemprov Bengkulu bersama stakeholder terkait akan melakukan rapat pembahasan yang diagendakan besok Selasa, 7 Januari 2025.
"Besok seluruh FKPD akan rapat di Pelindo jam 1 siang. Rapat dipimpin langsung pak Plt Gubernur," sampai Denni.
Ia menyebut, dalam rapat yang diselenggarakan ini, akan ditentukan kewenangan tanggungjawab pengerukan pelabuhan, hingga pembahasan anggaran yang dibutuhkan untuk pengerukan.
"Kita ingin memastikan tidak ada saling lempar lagi, siapa yang betul-betul bertanggungjawab atas pengerukan tersebut. Besok pak Plt akan mengambil keputusan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan rapat yang pernah diikuti Pemprov Bengkulu, estimasi kebutuhan anggaran untuk melakukan pengerukan mencapai Rp 200 juta. Namun belum ada kesepakatan akan estimasi anggaran tersebut.
Denni menjelaskan, kondisi pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai telah lama menjadi perhatian, karena dinilai mengganggu kelancaran aktivitas bongkar muat kapal. Untuk itu, pihaknya berharap masing-masing pihak segera mencapai kesepakatan, sehingga pengerukan alur dapat direalisasikan.
"Pengerukan alur ini sangat penting dalam mendukung roda perekonomian daerah yang bergantung pada keberadaan pelabuhan. Kita khawatir jika tidak ada titik terang, dampaknya semakin meluas," pungkas Denni.