Jakarta (ANTARA) - Tutus Setiawan masih ingat jelas masa kecilnya. Ia terlahir normal, namun sebuah kecelakaan di usia delapan tahun membuat penglihatannya hilang selamanya. "Setelah operasi malah tidak bisa melihat," kata dia.
Kini, di usia 45 tahun, Tutus menjadi guru bahasa Indonesia sekaligus pengajar pijat di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Surabaya. Selama lebih dari dua dekade, ia membimbing murid-murid tunanetra agar memiliki keterampilan pijat supaya bisa mandiri.
"Disabilitas itu sulit mendapatkan pekerjaan layak. Dan investasi saham ini adalah salah satu jawaban kesejahteraan untuk teman-teman disabilitas," ujar Tutus saat menjadi pembicara di Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2025, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Minat Tutus terhadap saham tumbuh sejak masa SMA, saat pelajaran ekonomi sering menyinggung soal pasar modal. Tahun 2018, ia akhirnya mendapat kesempatan mengikuti Sekolah Pasar Modal yang diselenggarakan Bursa Efek Indonesia (BEI) Kantor Perwakilan Jawa Timur.
“Nah dari situ akhirnya saya memberanikan diri untuk membuka di salah satu sekuritas yang ada di kota Surabaya," kata dia.
Namun jalannya tidak mulus, pihak sekuritas sempat meragukannya.
BACA JUGA:Menkop: Kopdes Merah Putih Mampu Hadang Ekspansi Ritel Modern di Desa
“Mereka takut uang saya hilang, bahkan cenderung menolak. Tapi saya bilang, ini uang saya. Kalau hilang, ya tanggung jawab saya,” ujarnya tegas.
Dengan bantuan teknologi pembaca layar atau screen reader di ponsel pintarnya, Tutus membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berinvestasi. Ia mulai dengan modal Rp5 juta hasil dari usahanya menjual alat-alat disabilitas.
“Pertama kali beli saham langsung untung, saya senang. Tapi karena jadi trader tanpa analisis, malah rugi. Akhirnya saya belajar lagi analisa fundamental dan memilih jadi investor jangka panjang,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Kini, Tutus menekankan pentingnya keberanian, bimbingan yang tepat, dan manajemen risiko. Ditambah dengan perkembangan akal imitasi juga sangat membantu teman-teman tunanetra untuk menganalisis perusahaan. Itu menjadi modal penting untuk memilih investasi yang baik.
Kisah serupa datang dari Toviyani Widi Saputri, mahasiswi tunanetra di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Melalui aplikasi Android dengan fitur Talkback, Toviyani dapat membaca grafik melalui suara dan melakukan transaksi secara mandiri.
“Saya tak kesulitan berinvestasi. Aplikasi itu membacakan apa yang ada di layar. Jadi bisa dipahami,” ujarnya.
Perluasan Akses