Fikih Finance

Keluarga Dr Tri Susanto berfoto di depan rumah.--DISWAY
Oleh: Dahlan Iskan
Terlalu pagi. Pukul 05.00 saya sudah dijemput. Untuk pergi ke Iqra' --di bagian selatan kota Perth, Australia Barat.
Masih gelap. Subuhnya baru pukul 06.15. Udara dingin. Tujuh derajat celsius --terasa lima derajat lebih dingin oleh angin yang sumilir.
Betapa enaknya kalau tetap meringkuk dalam selimut tebal. Apalagi malam itu baru pukul 23.30 meninggalkan stadion --pesta kemenangan yang berkepanjangan. Apalagi lampu stadionnya tetap dibiarkan terus menyala seperti ikut merayakan kemenagan Persebaya 2-0.
"Terlalu pagi?" ujar penjemput saya itu seperti mengira akan saya salahkan.
Tidak. Saya sudah bangun satu jam sebelumnya. Orang setua saya sulit untuk bangun kendia. Bahkan itu berkah.
Saya bisa ngobrol dengan si penjemput --yang ternyata anak kenalan saya. Juga kenalan lama semua pembaca Jawa Pos: Dr Tri Susanto. Dosen Universitas Brawijaya, Malang, yang viral luar biasa --meski belum ada istilah viral kala itu.
Nama Dr Tri jadi buah bibir akibat heboh hasil penelitiannya: makanan apa saja yang mengandung babi.
Nama si penjemput: Ario Susanto. Ia arsitek digital. Cabang ilmu baru.
Cerita soal arsitek digitalnya nanti saja. Kita bernostalgia dulu dengan bapaknya --mumpung saya harus banyak kembali mengingat peristiwa-peristiwa lama di Jawa Pos.
Awalnya hasil penelitian sang Ayah biasa-biasa saja --penelitian seorang ilmuwan Islam. Ternyata akhirnya jadi perkara besar. Pasar guncang.
Sebuah media memuat daftar apa saja makanan yang mengandung babi itu. Tanpa wawancara dengan Dr Tri. Media itu hanya memuat daftar di fotokopi yang beredar di masyarakat.
Salah satu merek susu paling top saat itu tertulis di media itu. Padahal merek tersebut tidak ada dalam daftar asli hasil penelitian Dr Tri. Rupanya ada penumpang gelap di daftar itu.