Musim Kemarau Bengkulu di Atas Normal, Wilayah Lainnya??

Ilustrasi Musim Kemarau--Freepick

Radarkepahiang.bacakoran.co - Bengkulu menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang diprediksi mengalami musim kemarau di atas normal. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan jika awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi akan mundur pada 282 zona musim atau ZOM (40%), sama pada 177 ZOM (25%) dan maju pada 105 ZOM (15%).

Secara garis besar, musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara puncak musim kemarau 2024 diprediksikan terjadi pada Juli dan Agustus 2024 mendatang.

"Wilayah yang awal kemaraunya diprediksikan mundur yaitu sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, NTB, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku, " jelasnya. 

Selain Bengkulu, dirincikan Dwikorita wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal yaitu sebagian kecil pesisir selatan Sumatera Barat, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah,sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian kecil Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian besar Papua Selatan.

BACA JUGA:Gubernur Rohidin Bolehkan Mobnas Dipakai Mudik dengan Catatan

Sementara wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal yaitu di sebagian kecil Aceh, sebagian kecil Sumatra Utara, sebagian kecil Riau, sebagian Kepulauan Bangka belitung, sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian NTT, Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah dan sebagian Papua Selatan.

"Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024 yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian, terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%)," lanjutnya.

Sementara itu terkait El Nino, Dwikorita menyampaikan hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral. 

Dilanjutkannya Fenomena El Nino tersebut diprediksi segera menuju netral periode Mei, Juni, Juli 2024 dan setelah triwulan ketiga yakni Juli, Agustus, September 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina-Lemah. 

Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Sedangkan kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 - +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya.

Terkait dengan potensi musim kemarau 2024 tersebut pihaknya mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).

BACA JUGA:Pemanfaatan KUR di Bengkulu Capai Rp 596 miliar

Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.

Dirinya meminta agar pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Selain itu, tindakan antisipasi juga diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan