Produksi Gula Aren Tradisional Desa Daspetah Menurun
SENTRA : Desa Daspetah Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang bukan hanya dikenal sebagai penghasil kopi, karena di tempat ini dikenal juga sentra produksi gula merah.--IYUS/RK
Radarkoran.com - Desa Daspetah Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu, tidak hanya dikenal sebagai penghasil kopi. Karena desa ini juga dikenal sebagai sentra produksi gula merah dari pohon aren, dengan kualitas terbaik sejak dulu.
Di wilayah Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang, sejatinya ada gula aren yang diproduksi petani yang sama-sama memiliki kualitas yang sangat baik, namun gula aren Desa Daspetah memiliki ciri khas dan rasanya berbeda.
"Diketahui saat ini menurunnya produksi hasil gula merah di Desa Daspetah bukan karena masyarakat tidak lagi menekuni sebagai pengrajin gula merah, ya namun lebih fokus di musim panen mutir (Metik) kopi," terang Hendri pengrajin gula merah aren Desa Daspetah kepada Radarkoran.com, Kamis 25 Juli 2024.
Untuk satu Kilogram gula aren hasil petani di Desa Daspetah dijual dengan harga Rp 21 ribu hingga Rp 25 ribu. Namun menjelang hari raya atau ramadhan harganya dapat melonjak tinggi, bisa tembus Rp 45 ribu sampai Rp 60 ribu per Kilogram di tingkat petani.
BACA JUGA:Pembuangan Sampah Sembarangan Buat Kades Daspetah Pusing
"Nilai jualnya di pasaran memang tidak stabil, tapi untuk permintaan dari Palembang, Jambi dan Bengkulu masih terus ada," ungkapnya.
Perajin gula merah lainnya, Nopriadi Baim warga Daspetah II Kecamatan Ujan Mas mengungkapkan, pembuatan gula merah aren butuh waktu lama, serta ketelatenan.
"Dalam sehari, kami perajin rata-rata menghasilkan sebanyak 20 Kilogram gula merah," jelasnya.
Untuk membuat gula merah sebanyak itu, terang Nopri, dibutuhkan sekitar 75 liter nira aren yang diambil langsung dari pohonnya.
"Nira itu direbus hingga tiga sampai empat jam di atas tungku. Setelah itu dicetak, dikemas, dan siap untuk dijual," terangnya.
Nopri berharap, harga gula merah di tingkat perajin atau petani bisa kembali meningkat. Terlebih saat ini menjelang musim kemarau, untuk air niranya pun berkurang.
"Kasihan para pengumpul nira yang sehari harus dua kali memanjat pohon aren, sedang hasilnya tidak memuaskan," pungkasnya.