Sehari penuh kemarin saya bersama Denza. Setelah kunjungan ke pabrik di Foshan kami meneruskan perjalanan ke Shenzhen. Foshan-Shenzhen sekitar dua jam. Tentu makan siang dulu: masakan asli provinsi Hunan. Pedas. Serba ikan air tawar.
BACA JUGA:Mini Ekspose
"Mulai tahun ini masakan Hunan terpilih sebagai masakan terpopuler di Tiongkok," ujar pemilik pabrik yang mentraktir makan siang. "Mengalahkan masakan Sichuan," tambahnya.
Rasanya ia objektif. Ia bukan orang Hunan. Ia asli Henan. Provinsi Hunan, Henan dan Sichuan saling berbatasan. Juga saling bersaing dalam hal pedas-pedasan.
Hunan punya motto ''tidak takut pedas''. Henan punya motto: ''pedas tidak takut''. Motto Sichuan ''takut tidak pedas''.
"Jadi, mana yang paling pedas?" tanya saya.
"Tergantung orang mana yang menjawab. Bagi saya masakan Hunan paling pedas," jawabnya.
Saya juga sering ditanya: di Indonesia masakan mana yang paling pedas. Padang? Ambon? Manado? Jawab saya setegas Prabowo: Manado!
Saya salah. Yang paling pedas saat ini ada dua: Said Didu dan Roy Suryo!
Sepanjang perjalanan Foshan-Shenzhen saya banyak bertanya soal mobil-mobil listrik di Tiongkok.
BACA JUGA:Tiga Lima
"Itu mobil listrik Huawei," ujar teman dari Shenzhen yang memegang kemudi Denza sambil menunjuk mobil yang melaju di sampingnya. Bentuknya, sekilas, mirip jeep Mercy. Mereknya: Aito. Ini kali pertama saya melihat Aito di jalan raya.
"Naik Aito dari Foshan ke Shenzhen bisa tanpa kemudi," ujarnya. Di jalur itu garis-garis menanda di aspal sudah memungkinkan untuk mobil swakemudi. Tapi Aito di sebelah itu tetap dikemudikan orang.
Di jalur ini saya juga kali pertama melihat mobil listrik Xiaomi melaju di jalan raya. Terlihat keren full. Bentuknya mirip mobil mewah Porsche buatan Jerman. Juga swakemudi –kalau berani.
"Dua tahun lagi semua mobil listrik produksi Tiongkok bisa swakemudi," ujarnya.
"Berarti kalau mau beli mobil jangan sekarang? Tunggu dua tahun lagi?" tukas saya.