Sebagai wawasan, dari masa Kerajaan Hindu-Budha eksis, masyarakat sudah bertransaksi menggunakan mata uang. bukan barter atau tukar menukar barang.
Erwin Kusuma dalam Uang Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya (2021) mencatat, masyarakat Jawa kuno lazim menggunakan mata uang berupa koin emas dalam transaksi perdagangan di pasar. Hanya saja, transaksi melalui koin emas digunakan dalam skala besar, seperti jual-beli tanah, bukan transaksi di pasar.
Lalu ketika VOC datang, transaksi menggunakan koin juga dilakukan. Hanya saja, VOC melakukan penyeragaman mata uang.
Museum Bank Indonesia menyebut, Kongsi dagang itu berupaya menggantikan semua mata uang asing yang beredar di Nusantara. Dari sini, VOC mengedarkan banyak ragam mata uang untuk transaksi perdagangan.
Ada rijksdaalder, dukat, stuiver, gulden, dan doit. Seluruhnya berbentuk koin bundar dan pipih berbahan dasar emas, perak, tembaga, hingga nikel. Dari seluruh koin, doit barangkali jadi salah satu yang membekas dalam benak masyarakat Indonesia.
Sebab, penamaan koin doit era VOC perlahan menjadi kata ganti sebutan uang bagi masyarakat Indonesia, yakni 'duit'. Keberadaan koin makin masif usai VOC memproduksinya di dalam negeri.
Dari sini, seluruh masyarakat menggunakan koin tersebut untuk bertransaksi. Namun, eksistensi era VOC berakhir ketika kongsi dagang itu runtuh pada 1799.
Setelahnya, beredar mata uang baru yang dipopulerkan pemerintah Hindia Belanda. Sementara, mata uang era VOC kemudian tinggal sejarah.
Sebagian ada yang menjadi harta karun terpendam bersejarah dan bernilai tinggi. Ini seperti yang ditemukan Nuryasin 33 tahun lalu.