Radarkoran.com - Mayoritas desa di Kepahiang dinilai masih kebingungan membuat dan menjalankan program ketahanan pangan yang bersumber dari Dana Desa.
Hal itu terlihat dari program ketahanan pangan yang masih fokus pada perbaikan infrastruktur seperti jalan usaha tani (JUT) dan saluran irigasi. Sehingga pemahaman soal pentingnya ketahanan pangan di tingkat desa masih perlu dibangun.
Tenaga Ahli Pendamping Desa Kabupaten Kepahiang Syamsuri mengatakan pemerintah pusat cukup serius untuk mewujudkan kemandirian pangan di tingkat desa, salah satunya dengan mengamanatkan minimal 20% dana desa untuk ketahanan pangan.
Pengalokasian dana desa untuk program ketahanan pangan itu mulai berjalan sejak beberapa tahun lalu. Hal itu berarti setiap desa termasuk di Kabupaten Kepahiang wajib menganggarkan 20% dari total dana desa yang diterima untuk program ketahanan pangan.
Menurut dia, di Kepahiang ketika mandataris itu diberikan masih banyak desa yang belum benar-benar siap. Sebagian desa masih gagap atau bingung membuat program ketahanan pangan.
Akhirnya program ketahanan pangan di banyak desa masih sebatas pembangunan irigasi atau jalan usaha tani. Syamsuri mengatakan program ketahanan pangan berupa pembangunan infrastruktur itu tidak salah.
"Pada kenyataannya memang yang dibutuhkan banyak desa di Kepahiang ya infrastruktur ketahanan pangan itu. Apalagi memang selama dua tahun pandemi Covid-19, desa minim sekali pembangunan infrastruktur, jadi ya wajar saja," kata Syamsuri di Kantor Tenaga Ahli Pendamping Desa.
BACA JUGA:Pesta Rakyat Jadi Momen Pamitan Bupati Kepahiang Hidayatullah
Namun, Syamsuri melanjutkan ketika infrastruktur pendukung ketahanan pangan itu sudah rampung dikerjakan, desa-desa di Kepahiang itu masih bingung untuk membuat program lain pada pos anggaran ketahanan pangan. Sebab pembangunan infrastruktur itu tidak dibarengi dengan manajemen perencanaan panjang, melainkan hanya spasial.
Hal itu berbeda dengan desa yang sejak awal sudah memang sudah memiliki program ketahanan pangan. Program ketahanan pangan di desa-desa itu biasanya lebih matang dan berkelanjutan.
Syamsuri mencontohkan di Desa Pulau Jawa, yang sejak awal telah menjadi desa sentra pangan. Desa itu memiliki milestone yang jelas, mulai dari perencanaan, pengadaan, hingga pelaksanaan.
"Memang itu tidak bisa dinikmati secara instan tetapi setidaknya itu jelas dan progresnya tampak," ujar dia.
Syamsuri menyebut program ketahanan pangan ini tidak harus berupa pembangunan infrastruktur fisik pertanian. Desa boleh mengadakan program pengadaan ternak untuk warga miskin dan mampu mengelola ternak.
Selain itu, bisa pula memberikan bibit tanaman kepada warga untuk dibudidayakan. Tetapi program-program seperti itu memang lebih rumit. Pemerintah desa harus bekerja memonitor, evaluasi, dan mendampingi warga penerima bantuan tanaman atau ternak.
"Yang biasanya luput dari desa ketika program ketahanan pangan berupa pengadaan ternak atau bibit itu soal monitoring bantuan itu. Belum ada sistem yang terbentuk. Misalnya ketika ternak itu mati harus lapor siapa," lanjutnya. Satya.