Strategi dan Tantangan Transformasi Menuju Indonesia Emas 2045

Prof. Widodo menyoroti urgensi langkah konkret dalam upaya mencegah dampak negatif dari deindustrialisasi dini. --FOTO/ILUSTRASI

Radarkoran.com - Forum Indonesia Business, Economic, Social, and Technology Trends (BEST) Outlook 2025 hadir sebagai ajang strategis mencari solusi nyata. Forum ini menjadi wadah diskusi lintas sektor yang mengangkat tema penguatan daya saing nasional, akselerasi transformasi digital, dan jadi upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. 

Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof. Widodo, S.Si, M.Si, Ph.D.Med.Sc menyoroti urgensi langkah konkret dalam upaya mencegah dampak negatif dari deindustrialisasi dini. 

"Sejak tahun 2011, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus turun. Ini mengindikasikan perlunya kebijakan yang mendukung, terutama untuk provinsi seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten," sampai Minggu 1 Desember 2024. 

Dia juga menekankan pentingnya digitalisasi sebagai katalis perubahan. Teknologi digital harus dioptimalkan, baik di sektor industri maupun pertanian, untuk mendongkrak produktivitas. 

"Reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pendidikan juga menjadi kunci utama dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045," kata Prof. Widodo. Dengan kolaborasi lintas sektor, momentum BEST Outlook 2025 diharapkan jadi pijakan awal untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Jika dimanfaatkan secara optimal, visi Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi, melainkan realitas yang dapat dicapai.

BACA JUGA: PGRI Ingatkan! Tambahan Gaji Guru Melalui Tunjangan Sertifikasi

Seperti diketahui, visi besar Indonesia Emas 2045 kini menjadi tantangan utama bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dengan target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun, realitas menunjukkan jalan masih panjang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya menyentuh angka 5,05 persen jauh dari harapan.

Ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, ditambah lagi dengan daya saing yang tertinggal dari negara-negara seperti Singapura dan Thailand, menjadi pekerjaan rumah besar. Tantangan struktural seperti deindustrialisasi dini, semakin memperburuk situasi. Data menunjukkan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus merosot sejak tahun 2011.

Provinsi industri utama seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten menghadapi hambatan berupa tingginya biaya tenaga kerja, mahalnya bahan baku, serta kebijakan perpajakan yang dinilai kurang mendukung. Digitalisasi pun menjadi salah satu solusi potensial untuk menghadapi tantangan ini.

Proyeksi menunjukkan ekonomi digital Indonesia dapat mencapai nilai USD 90 miliar pada tahun 2024, tumbuh 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) generatif juga mulai diterapkan, khususnya di sektor pertanian dan industri, untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong transformasi pemerintahan. 

Namun, digitalisasi bukan jawaban tunggal. Reformasi birokrasi yang menyeluruh, efisiensi anggaran, dan peningkatan tata kelola jadi kunci menciptakan iklim investasi yang sehat. Pendidikan berkualitas juga harus menjadi prioritas untuk mencetak sumber daya manusia atau SDM unggul yang mampu untuk bersaing di tingkat global. Di sisi fiskal, Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kalah beratnya. 

Rasio pajak terhadap PDB diproyeksikan stagnan di angka 10,2 persen pada 2024. Sementara beban pembayaran bunga utang semakin menyedot ruang fiskal. Situasi ini berdampak pada belanja produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor sosial. Perlambatan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penggerak utama ekonomi, juga menambah tekanan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan