Gelar Konferensi Internasional MHA Indonesia, Akar Global Inisiatif Cari Solusi Pengakuan Hukum

Pembukaan Konferensi Internasional Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Indonesia, Selasa 21 Januari 2025 bertempat di Hotel Santika Bengkulu--GATOT/RK

Radarkoran.com - Akar Global Inisiatif menggelar Konferensi Internasional Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Indonesia pada Selasa, 21 Januari 2025 bertempat di salah satu aula hotel di Kota Bengkulu.

Direktur Eksekutif Akar Global Inisiatif, Erwin Basrin menyampaikan mengatakan, pelaksanaan kegiatan ini dalam upaya merekonstruksi gerakan masyarakat adat yang selama ini terkesan mandek (jalan ditempat) baik di tingkatan pegiat gerakan, masyarakat adat serta di tataran kebijakan politik di tingkat nasional. Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong lompatan hukum alternatif atau format hukum yang dapat diterapkan dan diakui secara efektif yang disesuaikan dengan kondisi kekinian masyarakat adat.

"Dalam konferensi ini kami mau mencari format, arah gerakan yang berbasis kondisi faktual masyarakat adat hari ini. Bukan dari kondisi masyarakat adat yang dulu-dulu," ungkap Erwin Basrin. 

Ia menuturkan, selama ini pengakuan hak-hak adat kerap dihadapkan dengan persyaratan hukum yang menyulitkan dan harus dipenuhi masyarakat adat, seperti pembuatan Perda (Peraturan daerah), pembuatan peta wilayah, naskah akademis dan kelengkapan lainnya.

"Secara konstitusi negara secara jelas mengakui kesatuan hukum adat, tetapi pengakuan itu bersyarat yang sulit dipenuhi masyarakat. Masa masyarakat adat disuruh bikin Perda, bikin peta wilayah dengan digital. Jadi kita lihat, pangakuan hukum itu ribet betul dan tidak bisa dipenuhi masyarakat adat," tuturnya.

BACA JUGA:Dukung Program Swasembada Pangan, Pemkot dan Polresta Bengkulu Tanam Jagung

Lebih jauh, pergeseran pandangan negara terhadap eksistensi masyarakat adat, seolah hanya sebatas simbol-simbol, melalui pakaian adat, acara adat pada momen 17 Agustus atau acara-acara lainnya, tari-tarian atau pertujukan seni, namun untuk hak-hak adat tidak diakui. Hal ini menunjukkan bahwa negara melalui kebijakan hukum yang mengakui kesatuan hukum masyarakat adat, tidak efektif untuk masyarakat adat. 

"Kebijakan negara itu mulai bergeser, hanya melihat pengakuan adat dari melihat simbol-simbol. Negara juga melihat hak-hak adat itu sangat ekonomis, sementara bagi masyarakat adat itu tidak begitu," sampai Erwin. 

Untuk itu, melalui melalui pelaksanaan konfrensi itu Akar Global Inisiatif mencoba mencari format hukum yang bisa diterapkan pada masa yang akan datang, sehingga negara juga bisa melihat adat dan hak-hak masyarakat adat sebagai hak substansi. 

"Kita mau negara juga mengakui hak-hak masyarakat adat itu juga menjadi hak-hak substansi mereka. Itu yang mau kita dorong dari substansi ini," ujar Erwin. 

Sementara itu, perwakilan Masyarakat Adat Dayak Belangin Desa Engkangin Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat, Joni, yang turut hadir dalam konfrensi Internasional MHA tersebut menyambut baik pelaksanaan konfrensi. Ia menilai, pelaksanaan ini menjadi sarana untuk mempertahankan hak-hak mereka dan mendapatkan pengakuan hukum. 

Joni mencontohkan pada daerahnya sendiri yang kerap terjadi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan dalam pengelolaan sumber daya alam berupa tambang emas dan intan.

"Padahal wilayah tersebut adalah area adat, kami dilarang menambang emas dan intan di wilayah milik adat kami," katanya.

Pelaksanaan Konfrensi Internasional ini diharapkan dapat memberikan solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi para masyarakat hukum adat. Kita tahu, ada merupakan salah satu sendi kehidupan yang membentuk suatu keberagaman bangsa ini. 

Tag
Share