Nasib Energi Bersih di Bengkulu Terabaikan

Diskusi dan Peluncuran Buku Masa Depan Energi Terbarukan "Hidup Segan Mati Tak Mau?" yang diselenggarakan di Hotel Santika Bengkulu pada Selasa, 25 Maret 2025--GATOT/RK
Radarkoran.com - Di tengah krisis iklim yang mendesak pemanfaatan energi terbarukan di wilayah Bengkulu terkesan terabaikan. Transisi energi setengah hati tergambar dari kondisi pembangkit energi terbarukan di Provinsi Bengkulu yang saat ini hampir mati, padahal pernah menjadi tumpuan utama untuk pemenuhan energi di wilayah ini.
Buku berjudul “Analisis Ancaman Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Provinsi Bengkulu” memotret bagaimana potensi energi bersih yang dulu menjadi tumpuan, kini justru terabaikan. Buku ini diluncurkan oleh Kanopi Hijau Indonesia (KHI) dalam kegiatan Diskusi dan Peluncuran Buku Masa Depan Energi Terbarukan "Hidup Segan Mati Tak Mau?" yang diselenggarakan di Hotel Santika Bengkulu pada Selasa, 25 Maret 2025.
Dalam buku tersebut dibahas kondisi?dua pembangkit listrik tenaga air di wilayah Provinsi Bengkulu yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi dan PLTA Tes pernah menjadi tulang punggung energi di Bengkulu bahkan wilayah Sumatera bagian Selatan, namun saat ini hanya menjadi penopang atau energi alternatif.
Selain sumber energi bersih yang memanfaatkan dua PLTA, ada empat pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dibangun di empat wilayah di Bengkulu. Namun, kondisinya hanya beroperasi satu hingga dua tahun kemudian mati dan terbengkalai tidak bermanfaat. Padahal, transisi energi menjadi salah satu agenda global untuk memerangi krisis iklim untuk memastikan kehidupan di planet bumi dapat berlangsung baik.
"Kondisi pemanfaatan energi terbarukan ini dipotret oleh Kanopi Hijau Indonesia dalam riset partisipatif dan penulisan buku berjudul "Analisis Ancaman Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Provinsi Bengkulu" yang telah kita luncurkan," kata Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar.
BACA JUGA:Wings Air Kembali Mengudara di Langit Bengkulu
Buku ini memberikan gambaran tentang tantangan transisi energi dan realita yang ditemukan bahwa PLTA Tes di Kabupaten Lebong dan PLTA Musi di Kabupaten Kepahiang tidak lagi menjadi prioritas pemerintah sejak dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, Teluk Sepang.
Sedangkan PLTS yang terdapat di Sumber Makmur dan Gajah Makmur, Kabupaten Mukomuko dan PLTS yang berada di Banjar Sari dan Kahyapu, Pulau Enggano di Kabupaten Bengkulu Utara sudah tidak lagi beroperasi akibat minimnya pengetahuan dalam mengoperasikan pembangkit listrik ini.
Padahal, keberadaan PLTA Musi dengan daya 210 MW dan PLTA Tes dengan daya 23,2 MW mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Bengkulu dan wilayah Sumatera bagian Selatan. Sementara keberadaan PLTS di Desa Sumber Makmur Kabupaten Mukomuko mampu menerangi 50 rumah, PLTS Gajah Makmur mampu menerangi 250 rumah, sedangkan PLTS Banjar Sari dan PLTS Kahyapu di Pulau Enggano, masing-masing mampu menerangi 200 dan 221 rumah warga.
"Pembangkit-pembangkit energi terbarukan ini terancam keberlanjutannya seperti tidak beroperasinya secara optimal PLTA Musi dan PLTA Tes akibat merosotnya kualitas tutupan hutan untuk menjamin ketersediaan air bagi PLTA tersebut. Sedangkan keempat PLTS yang ada di Kabupaten Mukomuko dan Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara tidak lagi beroperasi karena kondisinya sudah rusak dan terbengkalai karena ketidakmampuan komunitas untuk memperbaiki kerusakan," sampai Ali Akbar.
Ia menambahkan, peluncuran buku yang mengundang berbagai elemen mulai dari masyarakat, media massa, mahasiswa, perwakilan pemerintah, lembaga non-pemerintah dan masyarakat terdampak energi fosil yang disertai sesi diskusi, juga untuk mendapat masukan dan pandangan tentang pengembangan energi terbarukan dan cara mempercepat transigí energi berkelanjutan.
"Peluncuran buku ini sebagai media untuk menyebarluaskan mengenai informasi yang berbasis pada penelitian ilmiah, membangun kesadaran publik, serta memperkuat kampanye dan advokasi transisi energi yang seharusnya berbasis komunitas, bukan terpusat," ujarnya.
Sementara itu, salah satu pengulas dari Universitas Bengkulu, Adityo Ramadhan mengatakan, buku Analisis Ancaman Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Provinsi Bengkulu berhasil memunculkan ide utama tentang ancaman keberlanjutan energi terbarukan bertenaga air yaitu PLTA Musi dan PLTA Tes akibat alih fungsi kawasan hutan yang menjadi perhatian semua pihak.
"Begitu juga yang memuat ancaman keberlanjutan PLTS di empat titik juga sangat jelas digambarkan dalam buku ini, terutama karena masalah transfer pengetahuan pengelolaan PLTS yang tidak terjadi, jadi PLTS hanya dibangun lalu diserahkan kepada masyarakat dan saat rusak tidak tahu cara memperbaiki,” katanya.