Pengertian Haji Furoda, Hukum dan Keunggulannya

Haji Furoda--ILUSTRASI

Radarkoran.com - Haji Furoda menjadi istilah yang tidak asing di Indonesia. Berangkat haji dengan program Furoda kerap menjadi pilihan bagi umat Islam yang memiliki uang lebih dan tidak mau ikut mengantre bertahun-tahun.

Berhaji bagi yang menjadi salah satu rukun Islam. Setiap Muslim yang mampu secara fisik dan finansial tentu bercita-cita untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. 

Di Indonesia, kita mengenal beberapa jenis haji, di antaranya haji reguler, haji khusus (plus), dan haji furoda. Nama terakhir belakangan ini semakin populer karena tidak memerlukan antrean panjang seperti haji reguler.

 

Pengertian Haji Furoda

Haji Furoda adalah istilah populer di Indonesia untuk menyebut haji yang dilaksanakan menggunakan visa mujamalah (undangan) langsung dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, tanpa melalui kuota haji pemerintah Indonesia (Kemenag RI).

Mengutip buku Istitha'ah Menuju Haji Mabrur karya dr. H. Agung Budi Prasetiyono, calon jemaah haji Furoda dapat langsung berangkat tanpa harus antre. Karena tidak perlu melalui antrean ini, maka biaya keberangkatan untuk program haji Furoda sangat tinggi dan menjadi yang paling mahal dibandingkan dengan haji khusus atau haji reguler.

Haji ini juga sering disebut sebagai Haji Mandiri, karena tidak termasuk dalam kuota resmi haji yang ditetapkan oleh Pemerintah RI melalui Kementerian Agama.

 

Dasar Hukum Haji Furoda

Dalam hukum Islam, haji tetap sah apabila memenuhi syarat, rukun, dan wajib haji, tidak tergantung pada jenis visanya. Selama seseorang melaksanakan ibadah haji dengan benar di tempat dan waktu yang ditentukan, maka hajinya sah secara syar'i.

Namun secara administratif dan legalitas negara, seseorang yang berangkat dengan visa selain yang diatur pemerintah Indonesia harus tunduk pada kebijakan Arab Saudi dan tidak mendapat perlindungan penuh dari negara asalnya.

Secara hukum Indonesia, pelaksanaan haji furoda diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, tepatnya pada Pasal 18.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa visa haji Indonesia terdiri dari visa kuota reguler dan visa mujamalah yang merupakan undangan resmi dari Kerajaan Arab Saudi. Warga Negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan visa mujamalah wajib berangkat melalui PIHK, dan PIHK yang memberangkatkan jamaah tersebut diwajibkan melapor kepada Menteri Agama.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan