Kolaborasi Petani Kopi Perempuan Kepahiang-Rejang Lebong: Sukses Angkat Derajat Keluarga

PEREMPUAN: Kisah Perempuan Petani Kopi Tangguh Iklim di Kepahiang Bengkulu.--JIMMY/RK

Radarkoran.com - Puluhan perempuan tampak sedang berkumpul di pondok kebun kopi di Desa Batu Ampar, Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Ditengah-tengah mereka, juga ada Wakil Bupati (Wabup) Kepahiang, Abdul Hafizh, yang tengah menikmati secangkir kopi hasil kebun perempuan-perempuan ini. Tidak lama, Bupati Rejang Lebong, Fikri Thobari juga tampak mendatangi rombongan perempuan-perempuan ini. Rupanya, perempuan-perempuan tersebut merupakan petani di Desa Batu Ampar dan Pungguk Meranti Kabupaten Kepahiang, dan petani dari Desa Mojorejo, Rejang Lebong.

Mereka tergabung dalam sebuah kelompok tani yang diberi nama Kelompok Perempuan Petani Kopi Desa Tangguh Iklim (Kopi Sakti). Sore itu, mereka tengah berbahagia, karena akan meluncurkan Pusat Usaha dan Pendidikan Koppi Sakti. Peluncuran Pusat Usaha dan Pendidikan Koppi Sakti ini juga mendapatkan dukungan dari pemerintah di dua kabupaten, dibuktikan dengan kehadiran Bupati Rejang Lebong, Fikri Thobari dan Wabup Kepahiang, Abdul Hafizh.

Bupati Rejang Lebong, Fikri Thobari menyatakan dukungan penuh kepada para perempuan petani kopi tangguh iklim ini, yang didalamnya juga ada warga Rejang Lebong. Kedepannya, Fikri juga berharap agar di Rejang Lebong juga akan bermunculan kelompok-kelompok tani seperti Koppi Sakti di Desa Batu Ampar.

"Karena seperti Kepahiang, Rejang Lebong juga memiliki potensi kopi. Tinggal nanti kami di pemerintah daerah memaksimal potensi ini, demi kesejahteraan petani dan warga kami," ujar Fikri.

BACA JUGA: Benarkah Motif Sakit Hati dan Dendam? Begini Pengakuan Kepsek SMPN di Kepahang Soal Penganiayaan

Wabup Kepahiang, Ir. Abdul Hafizh, M.Si juga memberikan dukungan penuh ke kelompk Koppi Sakti ini. Apalagi, para perempuan ini juga tidak pelit ilmu, dan bersedia menularkan ilmu dan pengalaman mereka kepada semua petani, baik di dalam atau luar Bengkulu.

"Pada prinsipnya, pemerintah daerah sangat mendukung perempuan di Koppi Sakti. Terima kasih juga dengan dukungan pemerintah Rejang Lebong. Dengan kolaborasi, Insya Allah, kita bisa maju bersama," jelas Hafizh.

Ketua Koppi Sakti, Supartina Paksi mengatakan awal mula berdirinya kelompok tani ini, yang anggotanya sudah mencapai 197 petani perempuan dari dua kabupaten, yakni Kepahiang dan Rejang Lebong. Awalnya, Supartina dan petani lain merasakan jika perkembangan kopi mereka tidak maksimal, serta rentan diserang hama dan penyakit yang berakibatkan gagal panen atau bahkan matinya batang kopi.

Supartina kemudian menyadari, penyebab semua itu adalah perubahan iklim, yang berakibat tidak menentunya cuaca, dan berdampak ke tanaman kopi yang jadi sumber penghidupan para petani.

"Dan yang paling terdampak siapa, ya kami perempuan dan anak-anak petani kopi. Kalau sumber kehidupan petani terganggu, yang paling rentan merasakan dampaknya adalah kami, mulai dari kekerasan, stres, dan dampak negatif lain," kata Supartina.

Tidak ingin masalah ini terus terjadi, Supartina dan petani lainnya di Desa Batu Ampar pada tahun 2019 membentuk kelompok tani yang bernama Perempuan Alam Lestari (PAL). Tahun 2020, PAL berganti menjadi Kelompok Perempuan Petani Kopi Desa Tangguh Iklim (Koppi Sakti), dan bertekad melawan perubahan iklim. Tekad ini diwujudkan dalam pola tanam, yang menerapkan sistem agroforestri di kebun kopi mereka. Artinya, di kebun kopi, mereka tidak hanya sekedar menanam kopi, namun juga menanam pohon-pohon penghasil buah seperti alpukat, durian, petai, hingga jengkol. 

Pohon-pohon penghasil buah ini selain menjadi pohon pelindung, hasil buahnya juga bisa dimanfaatkan petani dan menjadi nilai ekonomi sendiri. Pada bagian bawah, mereka menanam tanaman rempah-rempah, seperti kunyit, lengkuas, hingga cabai rawit. Untuk pupuk, mereka tidak lagi menggunakan pupuk kimia. Sebagai gantinya, mereka menggunakan mulsa, yang berasal dari bahan organik seperti daun, kayu, rumput, hingga serpihan kayu.

Selanjutnya, untuk mencegah kekeringan dan erosi, para perempuan petani kopi ini juga membuat lubang angin atau disebut juga mini rorak. Lubang angin ini memiliki banyak manfaat, seperti menjebak dan meresapkan air ke tanah, hingga menampung sedimen-sedimen organik seperti ranting dan daun yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Tidak hanya bagi pemilik kebun, Koppi Sakti juga memberdayakan para lansia untuk ikut berbagi hasil kebun kopi. Sesaat sebelum musim panen, buah kopi merah biasanya juga dimakan oleh hewan seperti monyet, tupai, dan burung. Berbeda dengan luwak yang menelan biji kopi yang mereka makan, hewan seperti monyet, tupai, dan burung hanya memakan bagian kulit merah buah kopi, dan kemudian bijinya mereka buang. Biji kopi yang dibuang ini masih memiliki lendir manis, dan mengalami fermentasi alami dengan bantuan suhu udara dan sinar matahari.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan