Menyongsong Indonesia Emas dari ruang kelas

Pendidikan melahir manusia-manusia cerdas, jantung pembangunan yang penjaga peradaban bangsa.--FOTO/ANTARA
Dengan program renovasi sekolah dan distribusi 288.000 layar pintar, hingga ke pelosok desa, kesenjangan digital dan fisik perlahan dipersempit. Distribusi layar pintar yang terhubung dengan guru-guru terbaik secara virtual merupakan inovasi penting. Di era digital, akses terhadap kualitas pengajaran tidak boleh dibatasi oleh lokasi geografis.
Anak-anak di desa berhak mendapatkan pengajaran bermutu, sebagaimana yang dinikmati anak-anak di kota besar. Dengan cara ini, teknologi menjadi jembatan pemerataan pengetahuan. Tidak hanya siswa, guru pun mendapat perhatian besar. Pemerintah telah meningkatkan gaji guru ASN dan memberikan tunjangan layak bagi guru non-ASN dengan mekanisme transfer langsung.
Langkah ini tidak sekadar soal kesejahteraan, tetapi juga penghargaan terhadap profesi guru sebagai ujung tombak pendidikan. Guru yang sejahtera akan lebih fokus mendidik, lebih bersemangat, dan lebih kreatif dalam mengajar. Pemerintah juga memberi perhatian khusus pada bidang kesehatan melalui pembukaan 148 program studi kedokteran baru di 57 fakultas. Langkah ini strategis, mengingat kebutuhan tenaga medis di Indonesia masih sangat tinggi.
Dengan penambahan program studi kedokteran, kesempatan anak-anak di daerah untuk menjadi dokter semakin terbuka. Tidak lagi ada kesan bahwa profesi ini hanya untuk mereka yang mampu membayar mahal.
BACA JUGA:Sekolah Rakyat Siap Putuskan Rantai Kemiskinan
Bukan Sekadar Angka
Dalam optimisme besar ini tetap ada tantangan yang harus dijawab. Infrastruktur memang membaik, akses semakin luas, tetapi kualitas pembelajaran tetap menjadi kunci. Pendidikan tidak hanya diukur dari jumlah sekolah baru atau program studi yang dibuka, melainkan dari mutu lulusan yang dihasilkan. Dalam konteks pendidikan 4.0, kemampuan memecahkan masalah, berkolaborasi, dan berinovasi menjadi indikator penting.
Oleh karena itu, perbaikan sarana harus berjalan seiring dengan peningkatan kompetensi guru serta pengawasan mutu pembelajaran. Kita tidak boleh terjebak pada euforia angka-angka besar, tanpa memastikan implementasi di lapangan. Setiap rupiah anggaran harus dikelola dengan transparan dan akuntabel. Pendidikan bukan proyek jangka pendek, melainkan investasi jangka panjang yang hasilnya baru terlihat puluhan tahun ke depan.
Karena itu, konsistensi dan keberlanjutan menjadi syarat mutlak agar kebijakan yang sudah baik tidak terhenti di tengah jalan. Optimisme besar ini harus terus dijaga dengan kesadaran bahwa pendidikan adalah kerja kolektif. Pemerintah memberi arah dan dukungan, tetapi eksekusi di lapangan bergantung pada kolaborasi semua pihak, yaitu guru, orang tua, komunitas, hingga dunia usaha.
Jika semua bergerak serentak, maka anggaran besar itu akan berbuah pada lahirnya Generasi Emas Indonesia yang berdaya saing global. Arah pendidikan Indonesia kini berada di jalur yang benar. Anggaran besar memberi harapan besar. Infrastruktur membaik, akses diperluas, gizi diperhatikan, riset diperkuat.
Namun, semua itu harus disertai manajemen yang baik, distribusi anggaran yang adil, peningkatan kualitas guru, serta jaminan keberlanjutan. Dengan demikian, pendidikan Indonesia tidak hanya maju dalam angka, tetapi juga dalam kualitas nyata yang dirasakan oleh seluruh rakyat.
Jika pemerintah konsisten menjaga arah ini, ditambah dengan evaluasi yang berani dan keterlibatan semua pihak, maka cita-cita melahirkan Generasi Emas 2045 bukan sekadar retorika, melainkan kenyataan yang akan tercapai.