Merawat Akal Sehat di Tengah Badai Informasi

Badai informasi datang dari segala arah, maka dari itu merawat akal sehat menjadi suatu keharusan di tengah badai informasi.--FOTO/ANTARA

Pada bagian lain, sebagian masyarakat yang merupakan konsumen media, lebih meminati sensasi ketimbang edukasi. Kecondongan yang membuat kerumunan warganet berada di media sosial, platform yang dirasa lebih menghibur.

Selera receh warganet tak urung bisa membuat para penyaji informasi berkualitas menjadi frustrasi, karena produk berita yang melewati proses sedemikian rupa untuk memenuhi standar layak siar akan kalah laku dengan konten medsos yang dibuat serampangan tapi dianggap lucu.

Mungkin telah lebih dari satu dekade terakhir media massa digital terpaksa mengikuti selera pasar hingga rela menurunkan kualitas produksi. Hal itu terlihat dari topik-topik bahasan yang diangkat mengacu pada isu populer dan pemilihan judul yang umpan klik demi menaikkan trafik dan keterikatan audiens.

Menjadi lazim konten hiburan, gosip, tutorial bahkan berbau klenik mendominasi suguhan menu berita media massa. Berita politik, ekonomi, sosial sering kalah prioritas dibanding kabar artis, skandal, atau hal viral. Seolah-olah timeline medsos berpindah ke layar media.

Ketika sensasi mengalahkan substansi, kecepatan mengalahkan akurasi, dan trending mengalahkan kepentingan publik, akhirnya redaksi tak lagi menjadi penentu arah informasi karena turut menjadi pengikut algoritma media sosial. Media bukan memberi informasi yang seharusnya diketahui melainkan menyajikan apa yang diinginkan publik. Kalau saja media arus utama teguh pendirian tak tergiur mengikuti selera receh pasar, maka legitimasinya semakin tinggi dan membuat garis pembeda dengan media sosial tampak nyata.

 BACA JUGA:Pemerintah Siapkan Aturan Agar Kopdes Bisa jadi Pangkalan LPG 3 Kg

Akal sehat

Mungkin bukan perkara mudah untuk tetap menjadi waras di tengah kepungan badai informasi. Makin samarnya garis pembeda antara berita nyata atau hasil rekayasa, membuat jalan lurus ke arah kebenaran terasa sunyi dan sendiri. Mana yang lebih baik, waras kesepian atau sesat bersama keramaian orang? Kembali pada akal sehat adalah cara pulang paling aman agar tak sampai mengalami pembusukan otak.

Malah sesungguhnya kita bisa kembali sehat bersama-sama dengan cara:

Pertama, media massa harus meneguhkan peran sebagai penjernih informasi dengan hanya memproduksi dan menyebarkan berita penting untuk diketahui publik. Menjaga standar kualitas berita dengan mengutamakan substansi, akurasi, serta faktor kebermanfaatan bagi audiens.

Kedya, media sosial diarahkan untuk lebih banyak memproduksi konten-konten edukatif. . Memang medsos tak melulu berisi sampah, banyak juga kreator yang membagikan konten-konten eduktif dalam berbagai bidang. Hanya saja konten bagus kerap tenggelam oleh yang receh dan tidak berfaedah untuk penambah wawasan atau pengetahuan. Kebijakan memperketat syarat monetisasi konten kiranya dapat meredam membludaknya konten sampah, begitupun peningkatan fitur deteksi spam oleh sejumlah platform media sosial.

Kemudian kesadaran manusia untuk hanya membuat dan menyebarkan konten baik yang bermanfaat, menjadi hal mendasar dalam memperbaiki perwajahan medsos agar tak menimbulkan polusi informasi. Ketiga, warganet harus diedukasi untuk lebih memilih konten-konten yang sehat.  Bila para kreator membuat konten sensasional demi berburu cuan, sebenarnya audiens punya pilihan untuk tidak menontonnya. Akal sehat menjadi filter alami supaya kita tidak gampang terbawa arus dengan melahap apapun yang dijejalkan ke beranda medsos.

Sindiran halus dari filsuf Prancis René Descartes (Discourse on Method,1637) yang menyatakan: “Common sense adalah hal yang paling merata dibagi di dunia, karena setiap orang berpikir ia memilikinya cukup”, secara lebih lugas bisa diartikan bahwa akal sehat sering dianggap ada, tapi jarang digunakan dengan kritis.

Merawat akal sehat dapat diwujudkan lewat kemampuan membedakan fakta atau opini, sumber kredibel atau abal-abal. Penting untuk bersikap kritis agar tak sekadar menerima, tetapi memeriksa dan membandingkan. Badai informasi bukan hanya soal konten, tapi intensitas dan kecepatan yang bisa membuat otak kewalahan.

Langkah lain dalam merawat akal sehat adalah dengan memilih sumber berita kredibel dan terverifikasi, mengatur waktu konsumsi media, atau sesekali mengambil jeda dan “puasa” informasi. Perlu disadari bahwa merawat akal sehat tidak sebatas urusan logika tapi juga hati, supaya tidak gampang terbakar emosi gara-gara provokasi. Dengan memadukan nalar kritis dan empati bisa membantu kita tetap obyektif sekaligus memiliki sikap belas kasih.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan