Cekikan Ekonomi

Serah Terima jabatan Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa----
Oleh: Dahlan Iskan
Kualitas ''Rujak Purbaya'' kian baik. Kian bermutu. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa tidak lagi dirujak soal gaya dan kata-katanya, tapi mulai soal esensi kebijakannya.
Misalnya soal ''penarikan uang pemerintah yang dianggap mengendap di Bank Indonesia''. Jumlahnya Rp450 triliun. Yang Rp200 triliun akan dimasukkan ke sistem keuangan. Konkretnya: ditempatkan di bank komersial. Khususnya bank milik pemerintah seperti Mandiri, BRI, BTN, BNI, dan BSI.
Bank akan menggunakan uang tersebut untuk disalurkan sebagai kredit. Dunia usaha hidup –ekonomi tumbuh, pajak terbayar. Jumlah uang yang beredar di masyarakat pun bertambah.
Anda sudah tahu: mengapa pemerintah punya uang begitu banyak di BI. Itu peraturan. Ada UU-nya. Ada peraturan menteri keuangannya. Bahwa uang APBN yang belum digunakan harus ditempatkan di Bank Indonesia. Itu agar aman. Tidak berisiko. Bisa membantu Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali moneter. Agar sewaktu-waktu ingin digunakan uangnya tersedia.
Kenapa uang itu belum digunakan? Anda sudah tahu jawabnya: sebagian berupa sisa anggaran tahun sebelumnya. Sebagian lagi dari anggaran yang programnya belum dijalankan. Kalau dana seperti itu ditaruh di bank komersial jangan-jangan saat program akan dijalankan uangnya masih muter di dunia usaha.
Bolehkah itu dilakukan? Ada yang mempersoalkan itu tidak boleh. Itu melanggar UU. Juga melanggar peraturan menteri keuangan. Tentu peraturan menteri keuangan bisa diubah oleh menteri keuangan. Tapi yang melanggar UU bisa bermasalah.
Sebenarnya perlu dipersoalkan: seberapa banyak uang APBN yang boleh disimpan di BI. Kalau terlalu besar berarti banyak program yang tidak berjalan. Kenapa tidak berjalan.
Sebenarnya lebih dari itu: apakah semua program punya pengaruh baik pada pembangunan. Bagi saya kalau program itu terlalu diada-adakan memang lebih baik tidak dijalankan –uangnya disimpan di BI.
Bagaimana kalau tiba-tiba program sudah waktunya berjalan sedang uangnya masih muter di bank komersial? Kelihatannya Menkeu Purbaya sudah punya hitungan. Sisa yang Rp240 triliun masih cukup sebagai cadangan.
Langkah memindahkan dana seperti itu bisa dianggap kurang prudent --di situ keunggulan Menkeu Sri Mulyani.
Masalahnya: pemerintah perlu segera melonggarkan cekikan ekonomi –yang menurut Menkeu Purbaya sudah berlangsung sejak Mei 2025.
Mungkin memang ada langkah yang lebih tepat: langsung saja ''memaksa'' bank komersial menyalurkan kredit komersial lebih banyak.