Pertashop Merugi, Pelaku Usaha Sampaikan Keluhan ke Pemprov Bengkulu
PERTASHOP : Ketua Umum Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), Steven (berkacamata) usai melakukan pertemuan audensi dengan gubernur Rohidin Mersyah pada Rabu, 22 Mei 2024 di lantai 3 Kantor Gubernur Bengkulu--GATOT/RK
Radarkoran.com - Kondisi Pertashop yang merupakan otlet penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi saat ini sedang mengalami kritis dan diambang kebangkrutan.
Pasalnya, keberadaan pertashop yang sejak awal diatur untuk menjual BBM nonsubsidi semakin tidak dapat berkutik, dikarenakan produk dagangannya tidak laku di pasaran, omset penjualan turun dan merosot, modal tidak kembali, sehingga banyak otlet yang tutup dan merugi.
Selain itu, kebijakan pemerintah dalam hal penetapan harga BBM non subsidi Pertamax dengan Pertalite yang terlampau jauh juga jadi pemicu kurang diminati keberadaan pertashop bagi konsumen. Ditambah lagi tingginya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), para pengusaha pertashop yang menggunakan modal pinjaman KUR dari Bank angsurannya terus berjalan, namun tak bisa dipenuhi bunga pinjaman ataupun pengembalian pinjaman yang dilakukan membuat usaha pertashop semakin terpuruk.
Keluhan dan kondisi para pelaku usaha Pertashop tersebut disampaikan langsung Himpunan Pengusaha Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) kepada kepada Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam kegiatan audiensi Himpunan Pengusaha Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) pada Rabu, 22 Mei 2024.
Ketua Umum HPMPI, Steven menuturkan, saat ini penjual Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui otlet Pertashop mengalami kesulitan disebabkan tingginya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), sehingga terjadi disparitas harga BBM subsidi dan non-subsidi.
BACA JUGA:Pertashop Diambang Kebangkrutan, HPMPI Tunggu Janji Pertamina
"Jadi kita berharap dari gubernur dan pemerintah daerah dapat membuka mata, terutama dalam hal penurunan PBBKB untuk memperkecil disparitas harga atau selisih harga antara BBM subsidi dan non subsidi," katanya.
Steven menjelaskan bahwa dengan disparitas harga yang kecil, masyarakat tidak hanya akan terpaku pada harga yang lebih murah tetapi juga akan mempertimbangkan jenis BBM yang ditawarkan dengan kualitas yang lebih baik.
"Dengan selisih harga yang sedikit, mereka (masyarakat) kembali melirik produk non subsidi seperti Pertamax. Produk ini menawarkan kelebihan seperti membuat kendaraan lebih awet, penggunaan lebih irit, jarak tempuh lebih jauh, dan lebih ramah lingkungan," paparnya.
Di wilayah Bengkulu sendiri, Steven menyebut hampir setengah otlet pertashop telah mengalami penutupan atau berhenti beroperasi. Sedangkan untuk jumlah pertashop di wilayah ini mencapai angka 203 pertashop.
"Kalau di Bengkulu ada 203 titik Pertashop yang, hanya kurang dari 110 yang masih operasional. Jadi rekan-rekan kita di Bengkulu ini banyak yang tutup dan mati suri karena omzet penjualan tidak mencukupi," tambah Steven.
Dalam audiensi yang telah dilakukan pihaknya dengan pemerintah Provinsi Bengkulu, HPMPI meminta beberapa hal penting untuk membantu persoalan yang dihadapi para pelaku usaha Pertashop. Pertama, penurunan PBBKB untuk mengurangi disparitas harga BBM. Kedua, penertiban penjualan BBM eceran bersubsidi guna memastikan penggunaan BBM subsidi dan non-subsidi sesuai ketentuan.
BACA JUGA:Stok Hewan Kurban di Bengkulu Dipastikan Mencukupi Kebutuhan Idul Adha
"Penjualan BBM di tempat resmi seperti Pertashop menjamin ukuran, takaran, dan kualitas BBM yang lebih baik. Dalam hal ini pelayanan kepada konsumen yang kami jaga," imbuhnya.