Suhu Air Laut Kawasan Teluk Sepang Bengkulu Naik 6 Derajat Celcius, Ini Penyebabnya
Air laut kawasan teluk Sepang Kota Bengkulu mengalami kenaikan suhu.--GATOT/RK
Radarkoran.com - Suhu air laut di kawasan Pantai Teluk Sepang Kota Bengkulu naik menjadi 6 derajat Celcius. Hal ini terungkap dalam hasil penelitian tentang Biaya Eksternal Industri Ekstraktif Batubara, yang dilaksanakan Kanopi Hijau Indonesia bersama para peneliti.
Dari penelitian yang dilakukan, salah satu faktor naiknya suhu air laut di kawasan Teluk Sepang Kota Bengkulu tersebut karena keberadaan PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) yang mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di kawasan tersebut.
Peneliti Dr. Liza Lidiawati, S.Si, M.Si., yang merupakan dosen Fisika Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu menuturkan, pengamatan suhu air laut di pantai Teluk Sepang dilakukan pada Juni 2024 di 8 titik berbeda sekitar outlet PLTU Teluk Sepang.
"Suhu air laut di sekitar pembuangan limbah (outlet) dari PLTU Batubara Teluk Sepang yang dioperasikan PT TLB mencapai maksimal 36,5 derajat Celcius. Sedangkan suhu ideal air laut untuk biota, mangrove, terumbu karang, dan lamun yaitu 28 sampai 32 derajat Celcius. Sehingga tentu sejumlah penyu pun mati saat berada di lokasi air laut yang panas mencapai 36,5 derajat Celcius tersebut," tutur Dr. Liza baru-baru ini.
Dr Liza pun menyebut, kenaikan suhu air laut 2 derajat Celcius saja dapat memicu terjadinya bleaching (pemutihan) karang karena terhambatnya metabolisme dan fotosentesis, sehingga alga yang ada di karang mati. Sedangkan kenaikan suhu 3-5 derajat mengakibatkan kematian bagi organisme laut.
BACA JUGA:Warga Teluk Sepang Tolak Permukiman Jadi Tempat Pembuangan Limbah PLTU
BACA JUGA:Jalur Tol Laut Bengkulu - Tanjung Priok Akan Diaktifkan
Kematian alga, karang hingga organisme laut tersebut tentunya akan berdampak pada ekosistem laut yang berada di kawasan yang bersangkutan.
"Tentu kerusakan ekosistem terumbu karang akan menurunkan populasi ikan dan mengurangi hasil tangkapan nelayan, serta menurunkan fungsinya sebagai penghalang arus gelombang alami," ujar Dr. Liza.
Sementara itu, Prof. Andi Irawan dari Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dalam penelitiannya menyatakan, kondisi saat ini menyebabkan para nelayan yang ada di kawasan Teluk Sepang harus melaut dengan jarak tempuh lebih jauh dari sebelumnya.
"Sebelumnya jarak melaut para nelayan Teluk Sepang pada jangkauan 5,3 mil, kini menjadi 7,74 mil. Sehingga mengalami peningkatan modal BBM dari 20,339 liter menjadi 25,696 liter," kata Prof. Andi Irawan.
Selain jarak tempuh dan kebutuhan melaut yang meningkat, hasil tangkapan para nelayan juga menurun 46 persen dari 63,7 kilogram menjadi 34,2 kilogram.
"Pendapatan para nelayan pun menurun 36 persen dari 3,9 juta rupiah per bulan menjadi 2,5 juta rupiah per bulan," ujar Prof. Andi Irawan.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil penelitian yang ada, menunjukan bahwa kenaikan suhu air laut mengakibatkan ikan menjauh sehingga menurunnya pendapatan para nelayan Teluk Sepang.
Terpisah, Direktur Program dan Kampanye Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan, sejak 2019 lalu Kanopi telah melakukan pemantauan terhadap pembuangan limbah air bahang PLTU batubara yang ada di kawasan Teluk Sepang Kota Bengkulu.
BACA JUGA:Lalu Lintas Angkutan Laut Bengkulu Turun
"Pada saat uji coba, PT. TLB membuang limbah cair ke laut tanpa izin dan limbah yang dibuang berwarna kecoklatan, berbau menyengat serta suhu tinggi," ungkap Olan.
Olan menambahkan, sampai saat ini suhu air limbah yang dibuang masih sama. Ditambah lagi dengan jebolnya kolam yang bertujuan agar terjadinya proses pendinginan air bahang dari mulut pembuangan menuju laut.
"Temuan di lapangan tersebut telah dilaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Atas laporan tersebut, PT TLB telah mendapatkan sanksi administratif paksaan pemerintah. Namun sayangnya, fakta di lapangan bahwa tidak ada tindakan perbaikan yang dibuktikan dengan masih jebolnya kolam pembuangan," paparnya.
Disisi lain, dalam kurun 2020-2023, PT TLB telah mendapatkan tiga Sanksi administrasi paksaan pemerintah yang diterbitkan KLHK, yaitu Tahun 2020 berdasarkan nomor pengaduan #200386 direkomendasikan dikenakan sanksi administrasi melalui surat kepada Dir. PPSA S.729/BPPHLHKS/TU/KUM/2/2020.
Kemudian pada tahun 2021, dengan nomor pengaduan #201025 ke Dirjen Penegakan Hukum KHLK, PT TLB juga mendapatkan sanksi administrasi oleh KLHK.
Selanjutnya pada 2022, lewat nomor pengaduan #220441 PT TLB kembali mendapatkan sanksi administrasi paksaan pemerintah oleh KLHK dengan No. SK. 5202/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/9/2020. Hal ini membuat PT TLB mendapatkan Proper Merah pada 2022 dengan No. SK.1299/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022.