Radarkoran.com - Daging katak banyak diolah menjadi makanan lezat. Tetapi Muslim perlu waspada. Pasalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan bahwa daging katak haram untuk umat muslim.
Mengutip akun Instagram @halalcorner MUI menetapkan dengan tegas aturan konsumsi daging katak untuk umat Muslim. Mengingat katak masih banyak diolah menjadi berbagai hidangan di Indonesia, ada penekanan yang disebutkan oleh MUI wajib diwaspadai.
Aturan ini dilandaskan pada hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang untuk membunuh katak. Sehingga dengan tegas, MUI mengharamkan daging katak untuk dikonsumsi oleh umat Muslim.
"Suatu ketika ada seorang tabib yang berada di dekat Rasulullah, menyebutkan tentang obat-obatan. Di antaranya disebutkan bahwa katak digunakan untuk obat. Lalu Rasul melarang membunuh katak," (HR Ahmad: 15757).
BACA JUGA:Kisah di Balik Viralnya Mantan Kepsek Nikahi Siswinya, Beda Usia 41 Tahun
Pernyataan bahwa Rasul melarang membunuh katak juga diartikan sebagai larangan untuk konsumsinya. Maka, daging katak dengan berbagai olahannya dinyatakan sepenuhnya haram untuk dikonsumsi umat Muslim.
Jika melihat dari tempat hidupnya, katak yang dapat hidup di dua alam menjadi salah satu alasan diharamkannya hewan ini untuk dikonsumsi. Menurut ajaran Islam, katak termasuk ke dalam hewan barma'i.
Dalam kaidah fiqhiyyah, hewan barma'i disebut juga hayyun dir-darain yang berarti hewan yang hidup di dua alam, taitu darah dan di air/laut. Berdasarkan Jumhur atau mayoritas ulama, Majelis Ulama Indonesia juga menegaskan bahwa hewan barma'i termasuk hewan yang tidak halal untuk dikonsumsi.
BACA JUGA:Berikut 10 Provinsi Terkaya di Indonesia 2024, Daerah Kamu Termasuk?
Tetapi ada beberapa mazhab ulama lain yang menyebutkan bahwa tidak ada bedanya hewan yang hidup di dua alam dengan hewan yang hidup di satu alam. Mazhab Maliki tidak memiliki dalil tegas yang menyebutkan hewan yang hidup di dua alam haram untuk dikonsumsi.
Perseteruan antara status kehalalan daging hewan yang hidup di dua alam ini juga masih ditetapkan sebagai keraguan yang harus dihindari. Sesuai dengan yang diriwayatkan Abu Muhammad al-Hasan bin Abi Thalib, "Aku telah hafal dari Rasulullah SAW: 'Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu'." (HR Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa'i).