Radarkoran.com - Sebanyak 22 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang Provinsi Bengkulu mendapat rapor merah. Bukan tanpa dasar, hal ini lantaran banyaknya APBD Kepahiang Tahun Anggaran (TA) 2024 yang belum dibelanjakan.
Menyangkut hal ini, diungkapkan Kabag Pembangunan Setkab Kepahiang, Piisman, M.Si, berdasarkan pagu anggaran APBD Kepahiang TA 2024 sebesar Rp 797.822.299.894, per tanggal 14 Oktober 2024 telah direalisasikan anggaran sebesar Rp 479.525.438.360.
Artinya masih tersisa sebanyak Rp 318 miliar APBD Kepahiang yang belum dibelanjakan.
Terkait alasan APBD tersebut belum dibelanjakan, papar Piisman, berdasarkan laporan yang masuk, ada beberapa OPD yang mengeluh karena kerap gagal saat pengajuan pencairan.
Ini terjadi lantaran Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang dianggap rumit, sehingga membuat pengajuan kerap mengalami kendala.
"Untuk beberapa OPD itu ada yang melaporkan kalau mengalami kendala pada SIPD, sebagian juga ada yang mengajukan secara manual. Sebab menurut mereka sistemnya rumit. Hal ini kemudian membuat pengajuan pencairan itu menjadi terhambat," papar Piisman, Kamis 17 Oktober 2024.
Selain itu, tambah Piisman, hal lainnya yang membuat sejumlah OPD ini mendapatkan rapor merah, yakni lantaran masih ada kegiatan fisik yang sekarang sedang berjalan.
BACA JUGA:Ratusan Miliar APBD Kepahiang Belum Dibelanjakan, 22 OPD Rapor Merah, Ini Penyeba
Pekerjaan yang masih berjalan itu membuat sejumlah OPD masih belum bisa untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga.
"Ada juga beberapa OPD yang melaporkan kegiatannya tengah berjalan, sehingga pembayaran kepada pihak ketiga memang belum dilakukan," lanjutnya.
Sementara itu di sisi lainnya, Piisman juga menyampaikan bahwa, kendala pengelolaan keuangan SIPD ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Kepahiang saja, karena sistem tersebut yang terkoneksi langsung ke Dirjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Meski masing-masing OPD sudah memiliki operator handal untuk pengelolaan sistem itu, SIPD yang terintegrasi langsung ke Kemendagri yang membuat pemerintah kabupaten tidak bisa berbuat banyak.
"Ya karena sistemnya kan sudah terintegrasi langsung ke Kemendagri, jadi pengelolaannya di daerah tinggal menginput saja," pungkas Piisman.