Radarkoran.com - Sastra Lisan Suku Rejang, seiring dengan kemajuan zaman, saat ini sudah mulai terlupakan.
Salah satu sastra lisan tersebut adalah Tradisi 'Mbin Cupik Mai Bioa'. Padahal tradisi ini merupakan sebuah warisan budaya para leluhur.
Untuk itu, komunitas sastra Kepahiang Provinsi Bengkulu yang bergabung pada Ruang Rupa Metamorfosa Kabupaten Kepahiang, saat ini terus berupaya menggali dan membangkitkan kembali budaya-budaya warisan ini agar bisa dilestarikan kembali.
Dijelaskan pembina Ruang Rupa Metamorfosa Kepahiang, Ritmha Candra Ariesha, Suku Rejang merupakan salah satu suku asli Bengkulu yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.
Salah satunya adalah tradisi lisan yang kaya akan nilai-nilai luhur. Salah satu contohnya adalah sastra lisan yang digunakan dalam tradisi 'Mbin Cupik Mai Bioa' yang berarti tradisi turunnya bayi pertama kali ke air.
Tradisi ini merupakan momen sakral bagi masyarakat Rejang. Di mana bayi dianggap telah siap untuk diperkenalkan kepada dunia luar.
"Sudah banyak sastra lisan yang mulai terlupakan contohnya dalam tradisi 'Mbin Cupik Mai Bioa', yang kini mulai terancam punah. Modernisasi dan pengaruh budaya luar membuat generasi muda semakin kurang tertarik dengan tradisi-tradisi leluhur," paparnya.
BACA JUGA: Sering Banjir, Warga Perumnas di Padang Lekat Butuh Drainase
"Selain itu, minimnya dokumentasi dan upaya pelestarian juga menjadi faktor penyebab. Maka dari itu, kami Ruang Rupa Metamorfosa Kepahiang terus berupaya menggali dan melestarikan budaya-budaya warisan turun temurun berbentuk sastra ini," sambung Ritmha.
Bukan tanpa alasan, menurut Ritmha, sastra lisan perlu dilestarikan karena memiliki makna dan fungsi di tengah masyarakat khususnya.
Seperti sastra lisan dalam tradisi 'Mbin Cupik Mai Bioa' ke air, memiliki beberapa makna dan fungsi penting di antaranya doa dan harapan. Itu diungkapkan melalu syair-syair yang dilantunkan mengandung doa dan harapan supaya bayi tumbuh sehat, cerdas, dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.
Selanjutnya untuk bidang pendidikan, sastra lisan menjadi sarana pendidikan bagi anak untuk mengenal nilai-nilai luhur seperti kesopanan, hormat kepada orang tua, dan cinta tanah air.
Kemudian pada penguatan identitas budaya melalui sastra lisan, identitas budaya Suku Rejang diperkuat dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Terakhir sabagai hiburan, sastra lisan juga berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut.
"Untuk mencegah kepunahan sastra lisan Suku Rejang, diperlukan upaya-upaya pelestarian yang serius. Untuk itu, domunitas dari sastra Metamorfosa Kabupaten Kepahiang beberapa waktu yang lalu mengangkat kegiatan dengan tajuk Ekspedisi sastra Lisan Suku Rejang Pitak Bediwo," pungkasnya.