Sudah Ada 294 Kasus GHPR Sepanjang Tahun 2024

Jumat 22 Mar 2024 - 19:26 WIB
Reporter : Gatot Julian
Editor : Eko Hatmono

Radarkepahiang.bacakoran.co - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bengkulu mencatat sepanjang tahun 2024 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang terdata dalam Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) di wilayah Bengkulu mencapai 294 kasus GHPR. 

"Dari data SKDR yang dilaporkan rumah sakit dan Puskesmas sudah tercatat sebanyak 294 kasus GHPR. Sebagian besar disebabkan oleh gigitan anjing dan ada juga hewan kucing," tutur Ruslian, SKM, M.Si selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Provinsi Bengkulu pada Jumat, 22 Maret 2024.

Jumlah gigitan HPR sepanjang tahun 2024 (Januari-Maret) tersebut dikatakan Ruslian mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya di tahun 2023.

"Tahun lalu data totalnya untuk sepanjang 2023 kemarin ada 899 gigitan hewan pembawa rabies. Artinya dibanding Januari sampai Maret 2023 ada peningkatan, karena kalau 899 ini Januari sampai Desember 2023,  sedangkan 2024 ini baru sampai Maret sudah sebanyak 294 kasus," sampainya.

Korban gigitan GHPR sendiri telah dilakukan penanganan oleh fasilitas kesehatan (Faskes) yang ada di wilayah korban gigitan hewan tersebut. 

"Puskesmas telah memberikan vaksin anti rabies terhadap masyarakat yang menjadi korban gigitan hewan penular rabies tersebut," sampai Ruslian. 

Lebih jauh, ketersediaan vaksin anti rabies atau VAR untuk mengakomodir masyarakat yang terkena gigitan hewan pembawa rabies di Dinkes Provinsi Bengkulu saat ini ada sebanyak 294 dosis vaksin. Stok vaksin juga ada di wilayah kabupaten/kota mengingat kabupaten dan kota melakukan pengadaan terhadap vaksin anti rabies.

"Vaksin kita untuk stok di provinsi masih ada 294 dosis. Dan di Kabupaten sampai saat ini mereka belum ada permintaan dan mereka juga melakukan pengadaan sendiri," imbuhnya.

Disisi lain, Dinkes menghimbau kepada pemilik hewan peliharaan khususnya hewan penular rabies diminta agar dapat diimunisasi atau di vaksin anti rabies. Sehingga nantinya tidak was-was apabila kita digigit atau dicakar oleh hewan peliharaan tersebut.

"Jadi SOP-nya kalau hewan itu sudah divaksin, walaupun kita di gigit maka kita aman tidak perlu divaksin," katanya.

Sementara itu, menyikapi banyaknya hewan liar yang menyumbang kasus GHPR, Ruslian menyebut jika pihaknya terus berkoordinasi dan meminta agar OPD teknis seperti dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan pendataan melalui Kepala Desa atau Lurah agar anjing liar itu dikurangi populasinya. Ini dilakukan karena anjing liar ini bisa menularkan rabies lantaran tidak ada tidak ada riwayat vaksin dan berkeliaran.

"Anjing liar ini dapat  tertular dari kelelawar. Jadi  rabies itu dari kelelawar ke anjing, lalu dari anjing ke manusia," kata Ruslian.

Lebih lanjut, untuk masyarakat yang terkena terkena gigitan anjing, Ruslian menghimbau agar tidak takut. Namun tetap secepatnya melakukan tindakan medis yakni langsung dibersihkan luka gigitan tersebut dengan air sabun dan air mengalir sampai bersih, kemudian dibawa ke fasilitas kesehatan Puskesmas terdekat untuk dilakukan pengobatan. 

"Dan untuk hewan yang menggigit jika merupakan hewan peliharaan tetap harus di kurung, tetap dipelihara dan dikasih makan sampai 10 hari. Kalau Anjing itu sehat berarti tidak menyebarkan rabies. Tapi kalau anjing tersebut anjing liar dan gigitannya itu mengarah bahu ke atas, kiranya cepat dibawa Puskesmas, namun dicuci dengan air sabun selama 15 menit terlebih dahulu sebelum dibawa ke puskesmas," tutur Ruslian.

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian GHPR juga ditekankan pentingya memanfaatkan Rabies Center di setiap wilayah. Dan puskesmas sebagai pelaksananya harus dapat mendorong optimalisasi kinerja rabies center tersebut.

Kategori :