INGAT! Ini Dampak Buruk Anak Masuk SD Sebelum Waktunya

Minggu 07 Jul 2024 - 12:04 WIB
Reporter : Candra Hadinata
Editor : Candra Hadinata

Radarkoran.com - Wahai para orangtua, anda harus mengetahui bahwa ada dampak buruk yang berpotensi terjadi pada anak yang masuk Sekolah Dasar (SD) sebelum waktunya. Seperti diutarakan Samanta Elsener seorang Psikolog Anak dan Keluarga dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). 

Dia mengingatkan para orangtua supaya memperhatikan perkembangan psikologis anak sebelum memutuskan memasukkan anak masuk SD di usia 6 tahun. Menurutnya, persiapan perkembangan psikososial anak perlu dilihat. Jika anak secara hasil psikotesnya dinilai dapat mengikuti proses belajar di SD, maka orang tua bisa menyekolahkan anak masuk SD di usia 6 tahun. 

"Sebaliknya jika hasil psikotesnya dinilai belum mampu, maka tidak akan direkomendasikan oleh psikolog untuk masuk SD," papar Samanta, Jumat 05 Juli 2024.

Samanta juga menjelaskan, idealnya usia anak masuk SD sebenarnya tergantung dari kesiapan dirinya berbaur dengan lingkungan baru. Dia menyebutkan, rata-rata anak sudah dapat mengikuti pembelajaran pada usia antara 6-7 tahun. Namun tak jarang terdapat anak yang sudah dimasukkan ke SD sebelum waktunya.

Tentu hal tersebut dapat berdampak buruk yang mungkin dialami oleh anak. Contohnya, anak jadi malas belajar hingga anak merasa tertekan. Hal ini akan membuat orangtua akan menerima banyak keluhan dari guru, karena prestasi belajar anak yang berisiko kurang bagus.

BACA JUGA:Wahai Pemda dan Sekolah, Ini Instruksi Terbaru Kemendikbudristek soal PPDB

"Hal itu disebabkan karena diri anak, baik itu secara mental maupun kognitifnya belum siap untuk memulai hal baru. Dalam hal ini, secara psikososial serta emosional menjadi penting bagi anak, untuk melihat kesiapannya agar ia dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan menyenangkan," jelasnya.

Maka dari itu, terang Samanta, butuh kesiapan ekstra kalau orangtua tetap ingin menyekolahkan anak sebelum usia idealnya. Secara bertahap, anak perlu diberikan pemahaman supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. 

Dia menyarankan orangtua untuk mendorong anak-anak berinteraksi dengan banyak orang sehingga muncul stimulasi untuk berbaur dengan lingkungannya. Ajarkan pula anak untuk bermain bersama teman melalui simulasi bermain dengan dua-tiga orang atau dalam skala ruang bermain yang lebih ramai.

"Sebagai bentuk pencegahan anak menjadi pelaku atau korban perundungan alias bullying di sekolah diusianya yang masih mencontoh perilaku dan ucapan orang di sekitarnya, orangtua dapat mempererat hubungannya dengan orangtua dari siswa-siswi lain. Selanjutnya membuat janji untuk bermain bersama, dalam rangka mengajarkan rasa saling menyayangi dan menghargai antar sesama," terang Samanta.

BACA JUGA:PPDB Jalur Zonasi, Dinas Dikbud Terapkan Sistem Silang Operator Sekolah

Di sisi lain, anak-anak harus diajarkan memakai sepatunya sendiri, ganti baju, hingga ke toilet sendiri. Terlebih, anak harus dipastikan dapat makan sendiri dan mampu berpisah dari orangtua dalam waktu lama agar kemandiriannya semakin terbentuk.

Kategori :