Si Bodong Ngebet jadi PPPK, Persoalan Honorer Disebut seperti Amuba
Masih banyak persoalan honorer yang terungkap menjelang pengangkatan mereka jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). --FOTO/ILUSTRASI
BACAKORAN RK - Masih banyaknya persoalan honorer yang terungkap menjelang pengangkatan mereka jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Banyaknya masalah honorer terungkap dalam rapat kerja di dua komisi DPR RI dengan dua kementerian yang berbeda.
Yakni, Raker Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim dan jajarannya pada 7 November 2023 lalu, jadi forum wakil rakyat menyuarakan aspirasi para honorer.
Kemudian Raker Komisi II DPR RI bersama MenPAN-RB, Azwar Anas dan BKN di Senayan pada Senin (13/11), juga mengungkap sejumlah persoalan yang berpotensi mengganjal program pengangkatan honorer jadi PPPK. Anggota Komisi X DPR RI, Muhamad Nur Purnamasidi ketika Raker tersebut mengatakan masalah honorer bertambah terus seperti amuba.
Diketahui, amuba, amoeba, atau ameba merupakan binatang bersel satu yang berkembang biak dengan cara membelah diri.
"Persoalan honorer ini seperti amuba," kata Nur Purnamasidi. Dia menilai masalah honorer seperti amuba karena satu masalah belum selesai, sudah muncul menjadi 2 masalah, kemudian berkembang lagi jadi 3 masalah, dan seterusnya. "Selalu ada pembelahan-pembelahan," kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Menurutnya, untuk menyelesaikan setiap masalah honorer, butuh komitmen dari pemerintah. Dia menilai, Menteri Nadiem selama ini sudah repot di dalam upaya penyelesaikan masalah guru honorer.
"Nah, repotnya harus ditambah lagi," kata Nur. Pada Raker Menteri Nadiem dan Komisi X DPR RI tersebut, ada sejumlah persoalan yang diutarakan wakil rakyat. Diantaranya, Anggota Komisi X DPR Anita Jacoba Gah mengatakan, hingga saat ini masih ada guru honorer yang sudah lulus PPPK, tetapi belum pernah menerima gaji bulanan. "Ada PPPK, sudah lulus, tetapi gaji belum dibayar," ujar politikus Partai Demokrat tersebut.
Anita Jacoba juga menyampaikan aspirasi guru swasta yang merasa peluangnya untuk jadi PPPK sangat terbatas.
"Mereka bilang, kami juga mengajar anak-anak bangsa. Jadi, mereka juga rindu menjadi PPPK. Berikanlah mereka kesempatan," kata Anita.
Anita Jacoba juga menyampaikan bahwa ada kasus guru yang sudah lulus sertifikasi, tetapi gagal pada seleksi PPPK. Sebaliknya, ada guru yang gagal lulus sertifikasi, tetapi malah lolos seleksi PPPK.
BACA JUGA:Disaat Pemimpin Tidak Tahu Malu Berkuasa
"Bahkan yang lolos PPPK ini (Honorer) yang baru. Mereka yang sudah lama mengabdi, malah tidak lolos. Ada yang lolos, tetapi belum dapat penempatan," lanjut Anita.
Selanjutnya, mengenai syarat Pemda dalam mengusulkan formasi PPPK 2024. Yakni syarat belanja pegawai maksimal 30 persen dari APBD, diyakini akan menghambat target pemenuhan formasi PPPK. Pasalnya, akan banyak pemda yang tidak bisa mengusulkan formasi PPPK 2024.
Perlu diketahui, banyak Pemda yang porsi belanja pegawai di APBD-nya mencapai lebih 30 persen. Bahkan, masih ada beberapa pemda porsi belanja pegawai di atas 60 persen. (**)