Bukhari Sukarno

Salah satu adegan dalam pementasan tablo teater Imam Al-Bukhari & Sukarno di Balai Budaya, Alun-Alun Surabaya, Sabtu, 27 Juni 2025.-- FOTO: MOCH SAHIROL-HARIAN DISWAY
Oleh: Dahlan Iskan
SEBAGAI orang yang pernah ke Samarkand saya harus nonton teater Imam Al-Bukhari dan Sukarno ini. Sudah dipentaskan lima kali. Tiga kali di Uzbekistan, sekali di Jakarta, dan kemarin malam di Surabaya. Pementasan itu diadakan untuk menandai ''Bulan Bung Karno''. Proklamator Indonesia itu lahir di bulan Juni. Maka di Surabaya sebulan penuh ada acara mengenang presiden pertama Indonesia itu. Bung Karno, menurut buku sejarah, lahir di Surabaya.
Sebenarnya Bung Karno bukan lahir di kota Surabaya. Saat itu wilayah Surabaya mencakup Mojokerto sampai Jombang. Di Jombanglah Bung Karno lahir.
Saya sudah siap mental untuk tidak membandingkan teater ini dengan Gandriknya Butet Kartaredjasa maupun teaternya Nano Riantiarno.
Imam Al-Bukhari dan Sukarno pastilah teater dengan muatan pamflet. Apalagi penyelenggara pertunjukan ini resmi: DPP-PDI Perjuangan.
Tiga tokoh wanita partai itu hadir: Puti Guntur Soekarnoputri, Mantan Mensos dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, serta Wiryanti Sukamdani, ketua departemen pariwisata partai. Wiryanti memberi sambutan di akhir acara.
Panggung dibuka dengan latar belakang galaxy jagad raya. Saya paham mengapa dipilih latar belakang seperti itu: di masa lalu Samarkand dipimpin seorang amirul mukminin yang sekaligus ahli astronomi terkemuka dunia dan ahli matematika: Ulugh Begh. Ulugh Begh sendiri artinya ''Amirul Akbar''. Pemimpin besar.
Adegan teater ini dimulai dengan tiga ulama Bukhara yang tafakur di keheningan malam gulita. Tiga ulama itu dimainkan oleh aktor asli dari Uzbekistan –seluruhnya ada tujuh orang.
Adegan kedua: sidang kabinet Indonesia di tahun 1956. Presiden Sukarno membahas undangan pemimpin tertinggi Uni Soviet Nikita Khrushchev. Presiden Sukarno menolak undangan itu: masih harus fokus di persoalan dalam negeri. Undangan kedua juga ditolak. Baru di undangan ketiga Bung Karno bersedia dengan syarat: Uni Soviet harus mencari sampai ketemu, di mana makam Iman Al-Bukhari.
Pemerintahan komunis Uni Soviet akhirnya menemukan makam itu: di Bukhara. Dekat kota Samarkand. Di Uzbekistan. Saat itu Uzbekistan masuk wilayah Uni Soviet.
Rupanya Bung Karno terpengaruh oleh buku-buku agama yang dikirim ulama terkenal: A. Hasan. Bung Karno sendiri saat itu sedang dibuang Belanda di Ende, NTT. Ia banyak waktu untuk membaca. Saat ke rumah pembuangan itu lebih 10 tahun lalu saya bisa membayangkan di mana Bung Karno membaca buku-buku kiriman dari sahabatnya.
Bung Karno juga saling bersurat tentang pemikiran keagamaan dengan A. Hasan.
Hasan adalah tokoh Persis –Persatuan Islam. Kini pusatnya di Bandung. Basisnya di Tasikmalaya (Jabar) dan Bangil (Jatim). Prinsip alirannya tegas: hanya berpedoman hukum Alquran dan hadis –ucapan serta tindakan Nabi Muhammad. Ajaran agama selebihnya dianggap bid'ah –mengada-ada.