Menambang dengan Nurani sebagai Wujud Hilirisasi Nikel Berkelanjutan
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel atau nickel ore diberlakukan pemerintah sejak tahun 2020. --Foto/Antara
Jakarta (ANTARA) - Kebijakan larangan ekspor bijih nikel (nickel ore) yang diberlakukan pemerintah sejak 2020 menjadi tonggak penting pemanfaatan sumber daya mineral kritis di Tanah Air.
Langkah strategis ini disebut hilirisasi, yang tak hanya soal meningkatkan pendapatan negara, tapi juga mengubah struktur ekonomi dari berbasis komoditas menuju manufaktur berteknologi tinggi. Perusahaan tambang yang dulu hanya menggali dan mengirim bijih ke luar negeri, kini diarahkan membangun fasilitas pemurnian atau smelter.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut hilirisasi nikel mendatangkan keuntungan yang signifikan. Keuntungan itu, misalnya, bijih nikel rata-rata dihargai 30 dolar AS per metrik ton, apabila diolah menjadi bahan baku battery pack bisa menjadi 12 ribu dolar AS.
"Kami akan senantiasa mengoptimalkan peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, supaya bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya di Indonesia dan bisa dinikmati masyarakat,” ucap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menilai bahwa Indonesia berpotensi mengubah kekayaan sumber daya menjadi kemakmuran berkelanjutan. Pasalnya, mineral kritis, kini menjadi “minyak baru” dalam peta geopolitik abad ke-21.
BACA JUGA:Zulhas: Pemerintah Siapkan Lonjakan Produksi Protein 2026 Dukung MBG
Indonesia berada tepat di pusat transformasi ini. Menurut US Geological Survey, Indonesia memiliki cadangan nikel sekitar 55 juta ton, atau sekitar 42 persen dari cadangan global, menjadikannya yang terbesar di dunia.
Hanya saja, sektor pertambangan selalu saja dibenturkan dengan isu lingkungan. Eksplorasi dinilai suatu hal yang merusak keindahan alam.
Oleh karena itu, pemerintah selalu mendorong agar perusahaan di sektor pertambangan menerapkan prinsip good mining practice (GMP) atau prinsip pertambangan yang berkelanjutan. Konsep ini mencakup perencanaan tambang yang matang, penerapan standar keselamatan kerja, serta pengelolaan limbah dan reklamasi lahan.
Selain menjaga keberlanjutan lingkungan, praktik ini juga menekankan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar melalui pelibatan, transparansi, dan program pemberdayaan (CSR). Dengan penerapan prinsip ini, industri tambang diharapkan dapat beroperasi secara bertanggung jawab, sekaligus menghadirkan nilai tambah bagi daerah tempat beroperasi.
Contoh penerapan
PT Vale, sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), merupakan contoh yang menerapkan prinsip tambang berkelanjutan.
Beroperasi lebih dari setengah abad di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, perusahaan ini tak hanya menghasilkan nickel matte berkualitas tinggi, tetapi juga menjadi pionir dalam praktik tambang hijau di Tanah Air.
Bersama MIND ID sebagai induk usaha, PT Vale memainkan peran strategis memastikan hilirisasi tak mengorbankan keindahan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Sorowako yang merupakan tempat perusahaan beroperasi menjadi contoh nyata aktivitas tambang, pengolahan, dan reklamasi dapat berjalan berdampingan.
Di Solia (salah satu lokasi reklamasi tambang) tampak panorama lengkap, pabrik pengolahan nikel berdiri di kejauhan, wilayah reklamasi yang telah hijau kembali, dan Danau Matano yang tetap jernih menjadi bukti bahwa pertambangan bisa selaras dengan pelestarian alam yang tak hanya mengejar keuntungan.