Replanting dan Tumpangsari Kopi untuk Maksimalkan Lahan dan Tingkatkan Pendapatan Petani
![](https://radarkepahiang.bacakoran.co/upload/015d07d1976057c4dc7dfe3d38fbcb6b.jpeg)
KOPI : Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kepahiang, Ir. Taufik menjelaskan bahwa para petani dapat memaksimalkan sistem tumpangsari kopi.--DOK/RK
Radarkoran.com - Pemerintah Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu melalui Dinas Pertanian sudah membentuk demplot atau kebun percontohan program replating, untuk mendongrak komoditas kopi. Kegiatan replanting, menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kepahiang, Ir. Taufik dengan cara menebang tanaman kopi yang usianya sudah puluhan tahun.
Peremajaan tanaman kopi ini merupakan optimalisasi tanaman kopi petani yang tidak produktif lagi. Adapun klon benih kopi yang digunakan adalah klon kopi asli Kabupaten Kepahiang yang sudah bersertifikat, yakni jenis Robusta, Sehasen C dan Sintaro.
"Program peremajaan kopi melalui kegiatan replanting ini sudah ada demplotnya seluas 7 Ha yang tersebar di Kecamatan Ujan Mas. Selanjutnya akan kita tambah demplot seluas 2 Ha sebagai percontohan. Harapannya program ini dapat diikuti oleh masyarakat petani dengan lahan perkebunannya sudah tidak produktif lagi, karena usia tanaman kopi yang sudah belasan bahkan puluhan tahun, produktivasnya sudah berkurang," jelas Taufik.
Dijelaskan Taufik, program optimalisasi kopi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu pertama dengan cara replanting. Kemudian dengan cara optimalisasi perkebunan kopi yang sudah ditanam dengan penerapan teknologi pertanian modern.
"Melalui program replanting ini kita baru laksanakan demplotnya untuk kemudian nanti dikembangkan secara mandiri oleh petani, sementara dicanangkan programnya nanti ada bantuan optimalisasi lahan, dan bantuan bibit serta pupuknya," kata Taufik.
BACA JUGA:Harga Kopi Robusta Naik Lagi, 3 Kali Naik dalam Sebulan, Tertinggi Sepanjang Sejarah
Dengan upaya optimalisasi produktivitas kopi melalui teknik replanting, kata Taufik, masyarakat petani dapat melakukan tanaman tumpang sari selama kopi ditanam baru. Yaitu, masyarakat petani bisa menanam komoditas lain seperti kedelai, jagung, umbi-umbian, dan komoditas lainnya dengan masa tanaman 100 hari panen.
"Replanting ini tanam baru kopi yang akan menghasilkan buah sekitar 1,8 tahun saja. Disamping itu bisa dilakukan tumpang sari tanaman lainnya untuk mendongrak sektor pertanian lainnya," kata Taufik.
Untuk diketahui, luasan tanaman kopi yang ada di Kabupaten Kepahiang mencapai 24.151 hektare yang pertahunnya dapat menghasilkan lebih dari 19.000 ton biji kopi kering. Sejauh ini, kata Taufik, secara tradisional budidaya kopi mengandalkan pupuk kimia. Ia menyarankan agar para petani juga melakukan budidaya kopi berbasis pupuk bio-organik. Tanaman kopi yang menggunakan pupuk mikroba menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi, disamping efek mingguan yang lebih ramah.
"Selama ini untuk meningkatkan produksi pertanian, pupuk sintesis, dan pestisia kimia digunakan sebagai komponen utama. Penggunaan pestisida kimia dalam waktu tertentu membuat kualitas tanah dan ekosistemnya menurun. Keberlanjutan pertanian, ekosistem dan produk menjadi terancam," demikian Taufik.
Untuk diketahui, inovasi penggunaan pupuk bio-organik berbasis mikroba ini, dengan modifikasi teknik budidaya, dapat dikembangkan untuk meningkatkan produksi kopi. Pemerintah daerah seharusnya memberikan dukungan kebijakan inovasi ini, dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi lokal.
Banyak daerah di Indonesia memiliki kebun kopi dan berikut cara yang khas dalam pengolahannya. Cita rasa dan karakteristik yang dihasilkan pun sangat beragam dan menjadikan produk kopi Nusantara kian populer, baik di kalangan masyarakat setempat maupun mancanegara.
Kopi diperkenalkan di Nusantara oleh Belanda yang pada awalnya menanam pohon-pohon kopi di sekitar wilayah kekuasaan mereka di Batavia. Kemudian dengan cepat menyebar ke wilayah Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat di abad ke-17 dan abad ke-18.
Sistem penanaman tumpangsari (Intercropping) pada komoditas kopi banyak memberikan manfaat bagi para petani kopi dari sisi peningkatan ekonomi maupun dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan yang lebih baik.