Disangka Gas

--

Oleh: Dahlan Iskan

MESKI Kediri sudah punya bandara besar, saya dari Kediri harus balik dulu ke Surabaya untuk ke Jakarta. Rabu kemarin dulu. KPK memanggil saya Rabu itu pukul 14.00.

Pesawat dari Kediri langsung ke Jakarta, hari itu, adanya pukul 08.20. Padahal acara saya di Kediri baru dimulai pukul 09.00. Maka selesai acara saya buru-buru ke Juanda. Dapat pesawat pukul 14.00.

"Kemungkinan besar saya baru bisa sampai gedung KPK pukul 16.20,” kata saya pada staf di KPK.

Dari bandara Cengkareng saya langsung ke Kuningan. Tidak terjadi kemacetan yang berarti. Padahal pada jam seperti itu biasanya macet-macetnya Jakarta. Tepat pukul 16.30 saya tiba di KPK. Puluhan wartawan terlihat mencegat saya di depan gedung KPK.

Sudah sampai di lobi KPK pun saya masih mengira akan diperiksa soal korupsi di Perusahaan Gas Negara (PGN).

Saya pernah baca di media --bulan lalu? -- bahwa KPK menemukan kasus korupsi gas di PGN. Sudah menetapkan tersangkanya.

Maka sejak membaca berita itu saya sudah mengira: akan di panggil KPK lagi. Akan jadi saksi lagi. Apa boleh buat. Jabatan menteri ternyata hanya membuat bangga saat menjabat saja. Setelah itu urusannya masih panjang.

Maka saya persiapkan ingatan saya soal PGN. Sudah begitu banyak yang lupa.

Waktu itu PGN akan menempatkan stasiun gasifikasi terapung di lepas pantai Belawan, Medan. Bentuknya kapal.

Kapal itu akan menerima kiriman gas cair (LNG) dari luar negeri. Lalu gas cair itu diubah menjadi gas biasa di dalam kapal tersebut.

Dari kapal itu gas-nya dikirim pakai pipa ke Belawan. Lalu dari Belawan disalurkan ke Medan.

Itu langkah yang sangat bagus. Medan memang kekurangan gas. Sebagai kota industri terbesar di Sumatera gas adalah ibarat darah kehidupan bagi badan.

Saya sekaligus kaget mendengar rencana itu. Penyebabnya: saya sudah memutuskan cara lain untuk mengatasi kelangkaan gas di Medan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan