Lembaga Resiliensi Bencana PDM Kepahiang: Jangan Eksploitasi Air Tanah Berlebihan

Senin 02 Sep 2024 - 18:42 WIB
Reporter : Yus Ismail
Editor : Candra Hadinata

Radarkoran.com - Bencana alam mengintai setiap suatu sumber daya tidak dikelola dengan benar. Salah satu sumber daya tersebut adalah air tanah yang menjadi konsumsi utama manusia.

 Persoalan ini mendapat perhatian Ketua Lembaga Resiliensi Bencana PDM Kepahiang, Sutarmin Hadisantoso, S.Pd. 

Melalui keterangan Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan Lembaga Resiliensi Bencana, Senin 2 September 2024, data menunjukkan bahwa penggunaan air tanah dilakukan secara berlebihan. Eksploitasi ini menyebabkan penurunan tanah dan memunculkan serangkaian bencana ekologis.

Eksploitasi air tanah juga muncul ketika sejumlah pihak membangun komplek perumahan. Unit rumah yang terbangun diikuti oleh penggalian sumur untuk mendapatkan air tanah. Jika dalam satu komplek terdapat 100 unit rumah, maka akan tergali 100 sumur.

BACA JUGA:5 Jenis Operasi yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Menurut Sutarmin, perlu digencarkan edukasi dan pemahaman intensif kepada masyarakat terkait bencana yang dapat ditimbulkan akibat eksploitasi air tanah.

"Kita perlu terus disadarkan agar tidak terlalu mengandalkan air tanah. Namun, masyarakat juga perlu segera dicarikan solusi supaya muncul kesadaran, di antaranya melalui edukasi," ujar Sutarmin.

Dirinya menekankan agar media tidak bosan-bosan mengedukasi dengan berbagai bentuk publikasi, baik grafis, maupun tulisan terkait krisis ekologis yang disebabkan oleh penggunaan air tanah yang berlebihan, dan tidak diperkenankan oleh undang-undang.

"Bagi media-media, penting memberi pemahaman secara terukur, terpola dan masif kepada publik bahaya eksploitasi air tanah atau sumur bor," tegasnya.

BACA JUGA:4 OPD di Kepahiang Lolos Administrasi Menuju ZI WBK dan WBBM

Sutarmin pun melanjutkan, penting untuk membangun kesadaran lewat pintu agama, misal pendekatan hukum fiqih. Sehingga hal ini bisa jadi panduan bagi tokoh-tokoh agama dalam memberi pemahaman terkait krisis lingkungan, yang bisa jadi problem dalam beribadah.

"Dalam komplek perumahan, ketika air dari sumur berdekatan dengan septiktank, itu potensial mengundang bakteri negatif seperti Escherichia. Bakteri ini potensial mengubah status air yang awalnya air mutlak suci dan menyucikan, bisa tidak mutlak lagi. Sifatnya suci saja, tetapi tidak menyucikan, karena perubahan warna, rasa, dan bau," jelasnya.

Dia menambahkan, Badan Riset dan Inovasi Nasional juga mengingatkan masyarakat terkait korelasi dampak buruk pengambilan air tanah berlebihan bagi lingkungan, karena dapat memicu penurunan tanah atau land subsidence.

"Penurunan muka tanah adalah sebuah bahaya yang dapat menjadi bencana. Peristiwa terbaru adalah banjir di Demak yang mengakibatkan 21 ribu warga mengungsi, ini paling banyak di awal tahun 2024 lalu," demikian Ketua Lembaga Resiliensi Bencana PDM Kepahiang, Sutarmin.

Kategori :