Radarkoran.com - Raja terkaya di Indonesia kemalingan, kursi berlapis emas hilang.
Sejatinya, raja atau orang kaya biasanya mempunyai pengawal atau penjaga untuk memberikan keamanan. Baik keamanan untuk bagi raja itu sendiri maupun keamanan untuk tempat tinggal atau rumah yang ditinggali.
Dikutip dari cnbcindonesia.com, ternyata, kemalingan tak hanya bisa menimpa rakyat miskin, bahkan sekelas raja sana bisa menjadi korban kemalingan.
Seperti sebuah kisah nyata yang dialami Sultan Siak, Syarif Kasim II, pada Agustus 1967 silam. Sebagai catatan, Syarif Kasim II merupakan salah satu orang dan raja terkaya di Indonesia.
Dengan harta yang melimpahkan tersebut, sehingga memicu aksi pencurian puluhan tahun kemudian, tepatnya pada akhir Agustus 1967.
Harian Angkatan Bersenjata (8 September 1967) melaporkan, kursi takhta kerajaan berlapis emas milik Sultan Syarif Kasim (72) hilang dicuri orang dari ruang kerjanya.
Kepada media, Syarif Kasim II merasa heran sebab baru kali ini ada maling yang menyantroni kediaman dan mengambil barang berharga, yakni kursi emas yang sangat bersejarah.
BACA JUGA:Raja Terkaya RI Bagi-bagi Duit Rp 20 Miliar, Agar Rakyat Tidak Menderita
Padahal sebelumnya, kursi emas yang sudah ada sejak puluhan tahun itu tak pernah ada yang berniat mengambilnya. Sekalipun ada huru-hara dan penjarahan, kursi tersebut aman-aman saja. Ketika pencurian terjadi, otoritas terkait tak bisa menangkap siapa yang terlibat dan tak diketahui lagi kemana raibnya kursi emas tersebut.
Pada akhirnya, kehilangan harta tersebut menjadi pukulan telak bagi Syarif Kasim II. Kala itu, kehidupan pria bernama asli Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin sudah berbanding terbalik dan jauh dari kejayaan.
Diketahui, Syarif Kasim II memperoleh kekayaan dari perkebunan, pertanian, dan pertambangan minyak yang berada di daerah kekuasaannya, yakni Riau.
Tercatat pada 1930, perusahaan Amerika Serikat, Standard Oil Company of California, menambang minyak bumi di wilayah kekuasaan Syarif Kasim II. Praktis, kegiatan ekonomi tersebut membuat kantong pribadi Sang Sultan makin tebal.
Meski begitu, kekayaan tak membuat dia terlena. Dalam otobiografi berjudul Sultan Syarif Kasim II: Pahlawan Nasional dari Riau (2002), diketahui dia aktif membagi-bagikan harta kepada banyak orang. Bentuknya tidak uang, tapi berwujud pendirian fasilitas publik dan beasiswa.
Sebelum merdeka, Syarif Kasim II berdiri independen sebagai penguasa nomor satu di Siak yang memegang kendali politik dan ekonomi. Namun, usai Indonesia merdeka, Syarif Kasim II tunduk kepada pemerintah Indonesia. Seperti Sultan Hamengkubuwana IX dari Yogyakarta, dia juga menyatakan setia kepada Republik Indonesia.
Syarif Kasim II bahkan menyumbangkan 13 juta gulden atau setara miliaran rupiah pada masa kini untuk modal perjuangan Indonesia. Selain itu dia juga tercatat memberikan 30 persen emas simpanan kesultanan kepada pemerintah.